Makna Praktek “ROKAT Tashe’ “ (Upacara Selamatan Laut)
Bagi masyarakat Nelayan Pulau Mandangin sampang Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang
(Studi Sosiologi Budaya di Pulau Mandangin Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang)
Proposal Penelitian
Diajukan Sebagai Tugas Akhir
Mata Kuliah Seminar
OLEH :
Misbahul Munir
08.05.211.00040
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO
2011
Bagi masyarakat Nelayan Pulau Mandangin sampang Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang
(Studi Sosiologi Budaya di Pulau Mandangin Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang)
Proposal Penelitian
Diajukan Sebagai Tugas Akhir
Mata Kuliah Seminar
OLEH :
Misbahul Munir
08.05.211.00040
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO
2011
I.PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebudayaan sendiri mencakup segala sesuatu yang termasuk pengetahuan (knowledge), kepercayaan (trust), seni (art), moral, hukum dan adat istiadat serta kebiasaan yang ada di masyarakat dilakukan oleh anggotanya. Berbagai mesin, ilmu pengetahuan, peralatan hidup, karya sastra dan ideologi merupakan hasil dari kebudayaan (Edward Taylor, 1897). Mengingat keadaan tersebut, maka, kebudayaan perlu untuk ditelusuri unsur-unsurnya. Unsur kebudayaan terdiri dari sistem religi, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian dan sistem teknologi kebudayaan.
Kebudayaan juga merupakan keseluruhan pola tingkah laku baik implisit maupun eksplisit yang diperoleh dan diturunkan melalui simbol yang akhirnya mampu membentuk sesuatu yang khas dari kelompok-kelompok manusia, termasuk perwujudannyadalam benda-benda materi. Lebih lanjut diungkapkan bahwa kebudayaan makhluk terdapat unsur-unsur universal seperti sistem organisasi sosial, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi, sistem pengetahuan, kesenian, bahasa dan religi. Kemudian dapat dijelaskanbahwa sistem-sistem tersebut selanjutnyamsih dibagi lagi dalam wujud kebudayaan menjadi sistem budaya, sistem sosial dan artefak, hal tersebut juga berlaku pula pada sistem-sistem lain yang ada.
Kebudayaan juga didefinisikan ddengan berbagai cara . dimulainya dengan suatu definisi tipikal yank diusulkan oleh Marvin Harris, bahwa “konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompok-kelompok masyarakat tertentu, seperti “adat” (Custom), atau “cara hidup” masyarakat” (1986:16). Lebih lanjut, kebudayaan terspesialisasi pada rangka sistem kebudayaan tampak yang disebut dengan overt culture yang meliputi sesuatu yang dapat divisualisasikan melalui pengamatan panca indra, dan kebudayaan yang tidak tampak yang disebut covert culture dan meliputi ide, gagasan dan sesuatu yang abstrak melalui berbagai cakupan yang terdiri dari sistem budaya meliputi sistem nilai, konsep, tema berpikir dan keyakinan. Kebudayaan adalah segala hal yang dimiliki oleh manusia, hanya diperolehnya dengan belajar dan menggunakan akalnya. Manusia dapat berjalan karena kemampuan untuk berjalan itu didorong oleh nalurinya, dan terjadi secara Ilmiah.Tipologi kebudayaan yang mendasar dari masyarakat di daerah pedesaan atau pedalaman sangat kuat dalam menjaga mental dari sistem nilai budaya (culture value system) dan sikap (attitude) menimbulkan pola pikir tertentu yang berpengaruh pada tindakan seseorang baik dalam kehidupan sehari-hari atau keputusan yang penting dalam hidupnya (Sayogjo, 1980). Sistem nilai atau budaya merupaka suatu rangkaian konsepsi abstrak yang hidup dalam sebagian besar warga masyarakat. Sistem nilai menjadi acuan bagi setiap orang untuk melakukan sesuai dengan anjuranyang diperbolehkan. Dengan adanya sistem nilai, maka manusia akan terdorong untuk hidup, karena itu sistem nilai budaya sukar sekali untuk hilang dari diri dan masyarakat karena merupakan pengejawantahan dari pola kehidupan kita sebagai makhluk yang dinamis.
Sebagai masyarakat dinamis kehidupan masyarakat berasas pada ketenangan, kedamaian dan jaminan kebahagian yang berorientasi pada penanaman nilai dan norma yang dihasilkan serta didapatkan melalui sistem religiusasi yang didapatkan dan direnungkan. Pada perkembangannya kebudayaan masyarakat Indonesia masih kental dengan aroma dan suasana budaya animisme. Hal tersebut dapat kita lihat dari berbagai ritual –ritual yang dilakukan masyarakat. Upacara warisan animisme terliaht dibeberapa upacara seperti memetri, salapan, ruwat kolo,upacara larungan, upacara saketanan, upacara kasodo dan sebagainya. Seperti yang terjadi di Jawa mengenal kebiasaan methil atau upacara panen padi yang dilakukan di sawah-sawah secara beramai-ramai dan di tiap petak sawah upacara juga dilakukan selamatan sendiri apabila akan memanen.
Etnografi berasal dari kata etnos yang berarti suku bangsa dan graphein yang berarti gambaran. Jadi etnografi adalah gambaran tentang suku-suku bangsa. Etnografi merupakan pekerjaan mendiskripsikan kebudayaan. Tujuan utama aktivis ini adalah memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang asli. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Menurut para ahli Meville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Jadi kesimpulannya, etnografi dan kebudayaan tujuannya untuk memahami hal yang di lihat, di dengar dan di amati betul-betul untuk kemudian menarik kesimpulan (memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang asli). Dari satu sisi, hal ini sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan yang meliputi sistem atau struktur dari ke-2nya dalam mendiskripsikan pandangan hidup masyarakat sehari-hari, karena ke-2 metode ini saling mempengaruhi satu sama lain. Jadi, etnografi dan kebudayaan mempunyai kaitan yang sangat erat. Karena jika etnogafi tidak dipengaruhi dengan adanya struktur-struktur kebudayaan suatu penelitian, penelitian itu tidak akan sistematik.
secara lebih spesifik, Spradley kemudian mendefinisikan budaya sebagai system pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar, yang mereka gunakan untukmenafsirkan (menginterpretasikan)dunia sekeliling mereka, dan sekaligus untuk menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka.( James P.Spradley, 1982)
Dalam memahami metode ethongrafi. Mempunyai dua bagian utama dalam buku karangan James P.Spradley yang di Essai oleh DR.Amri Marzali menjadi sebuah pengantar, Pada bagian awal, penulis memberikan lambaran akademis tentang makna dan posisi etnografi dalam kajian kebudayaan. Adapun di bagian selanjutnya, lebih dijelaskan para hal-hal yang berkaitan dengan teknik wawancara ethnografi yang dituangkan dalam dua belas langkah. Sebagai sebuah metode, etnografi banyak menawarkan beberapa pendekatan ; pengumpulan kisah-kisah kehidupan, wawancara etnografis, observasi partisipatif, kombinasi, ataupun studi dokumentasi. Buku ini sebenarnya lebih tepat dikatakan sebagai buku metode wawancara etnografis dimana Spradley menawarkan konsep The Development Research (Alur Penelitian Maju Bertahap) dalam melakukan wawancara. Dalam pengantar itu Amri memberikan penjelasan singkat tentang sejarah dan perkembangan etnografi. Etnografi sebenarnya adalah metode penelitian yang dilahirkan dari tradisi ilmu antropologi. Awalnya etnografi hadir sebagai titik tolak pendekatan penelitian antropologi yang hanya berkutat pada dokumen dan artefak untuk merekonstruksi sejarah peradaban masyarakat pedalaman. Metode etnografi kemudian lebih memperhatikan aspek interaksi langsung kepada masyarakat/etnic pedalaman yang hendak diteliti.
Seiring perkembangan intelektual dan menguatnya gerakan pos-strukturalisme dalam kajian antropologi, metode ethnografipun mengalami perubahan paradigma yang cukup significant. Etnografi kemudian tidak “ngurusi” dan menganalisis tentang masyarakat/komunitas pedalaman atau sebuah suku/etnic tertentu saja. Etnografi kemudian juga bekerja pada ruang keseharian masyarakat kontemporer yang hidup di sekitar. Spradley, sang penilis buku, adalalah tokoh ilmu antropologi “paradigma baru” dalam buku ini banyak memberikan contoh-contoh teknik etnografi yang sangat kontekstual untuk dilakukan dalam penelitian sederhana sehari-hari. Memahami konsep kebudayaan menjadi pintu awal dalam menelusuri gagasan Spradley. Menurut Spadley, Kebudayaan hendaknya dipahami sebagai pengetahuan yang diperoleh dan dipergunakan untuk menginterpretasikan pengalaman dan melahirkan tingkah laku serta strategi tindakan dalam hidup sehari-hari (Spradley, 2007 : 6). Dalam konteks pemahaman seperti inilah buku ini secara teori dan metodik lebih menekankan pada penyelidikan terhadap makna budaya melalui pendekatan wawancara dengan bahasa sebagai salah satu medianya Upacara warisan animisme tersebut juga dapat kita jumpai dikalangan masyarakat Madura terutama masyarakat pesisir dan masyarakat kepulauan yang notabene berprofesi sebagai nelayan. Setiap tahun masyarakat mengadakan upacara atau ritual khusus membuat acara ”selamatan” yang dikenal dikalangan masyarakat Madura dengan nama ”rokat” serta dilaksanakan dilaut tempat masyarakat melakukan aktifitas melautnya, sehingga, masyarakat Madura mengenalnya dengan ”rokat tashe’ ” (upacara menyelamati laut) yang menjadi tradisi dan kebudayaan masyarakat Madura pada umumnya dan mayarakat nelayan Pulau Mandangin Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang pada khususnya.
Keyword : Makna, Rokat Tase’
Dengan Latar belakang diatas maka Aspek Sosiologisnya adalah Makna (Meaning) merupakan aspek Sosiologisnya sedangkan Rokat Tase’ merupakan aspek Budaya.
Rokat tase’ adalah upacara masyarakat nelayan untuk menyelamatkan nelayan dari bahaya-bahaya yang mungkin akan dihadapi ketika melaut dan dapat memberikan hasil tangkapan ikan yang banyak setiap tahun oleh mayoritas kaum Nelayan Pesisir maupun para Nelayan kaum Kepuluan pada masyarakat Madura pada umumnya dan masyarakat Pulau Mandangin Kecamatan dan Kabupaten Sampang pada khususnya, serta keunikan Pulau tersebut ritual ” Rokat Tase’ ” tiadak hanya dilakukan pada setiap tahun sekali akan tetapi pada saat – saat tertentu ritual rokat tase’ dilakukan oleh masyarakat Nelayan jika diantara mereka dirasuki oleh makhluk halus/Penjaga Laut.. Rokat tase’ ini sudah menjadi kebiasaan mereka secara turun temurun (warisan nenek moyang).
Simbol-simbol yang digunakan dalam rokat ini antara lain adalah. Pengajian yang bertujuan untuk mendoakan keselamatan nelayan saat melaut. Sesajen (larung laut) sebagai keberkahan pada laut supaya laut dapat bersahabat dengan nelayan,Kepala Sapi, Kepala Kambing. Hati Ayam, Sesajen dan bendera-bendera untuk memeriahkan Rokat tase’ dikalangan kaum nelayan serta masyarakat Pulau Mandangin.
Tabel 1. Simbol – Simbol Rokat Tase’(Petik Laut)
No Simbol – Simbol Makna
1 Pengajian Mendoakan para Nelayam agar Selamat waktu melaut
2 “Ronnang,madura/Ludruk” Untuk memeriahkan Rokat Tase’ & Hiburan warga
3 Kepala Sapi -
4 Ayam -
5 Sesajen (Larung Laut) Sebagai keberkahan pada laut supaya bisa bersahat dengan para Nelayan
7 Uang Rasa syukur Kepada Allah SWT serta mensukuri hasil tangkapan dari laut
8 Bendera Menggunakan Bendera Merah Putih menunjukkan Nelayan Pulau Mandangin adalah Bangsa Indonesia
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan sistematika latar belakang yang bersifat diskripif-kualitatif terhadap suatu peristiwa Praktek ”rokat tashe’”yang secara khusus terjadi di masyarakat nelayan Madura, khususnya Masyarakat Pulau Mandangin Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang. Maka, butuh perumusan yang lebih spesifik untuk mendiskripsikan peristiwa tersebut, yaitu:
1.2.1 Apa makna dari praktek “rokat tase’ ”menurut masyarakat Pulau Mandangin kecamatan Sampang kabupaten Sampang ?
1.2.2 Apa Fungsi praktek “rokat tase’ ” terhadap kepercayaan masyarakat Nelayan Pulau Mandangin kecamatan Sampang kabupaten Sampang ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Khusus
• Ingin mengetahui makna praktek “rokat tashe’ “bagi masyarakat Pulau Mandangin kecamatan Sampang kabupaten Sampang.
• Ingin mengetahui fungsi praktek “rokat tashe’ “ terhadap kepercayaan masyarakat Pulau Mandangin kecamatan Sampang kabupaten Sampang melaui berbagai perspektif khususnya perbandingan dengan agama.
1.3.2 Tujuan Umum
• Sebagai upaya memberikan deskripsi secara universal mengenai makna praktek “rokat tashe’ “ bagi masyarakat Pulau Mandangin kecamatan Sampang kabupaten Sampang.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Masyarakat
• Supaya menjadi bahan kajian internal bagi masyarakat Pulau Mandangin kecamatan Sampang kabupaten Sampang.
1.4.2 Bagi Penulis
• Sebagai pengalaman dan peningkatan kemampuan dalam memberikan satu masukan bagi semua pihak dalam suatu peristiwa terutama bagi masyarakat pulau Mandangin kecamatan Sampang kabupaten Sampang pada khususnya dan Madura pada umumnya.
1.6.2 Bagi Universitas
• Menjadi referensi mengenai makna praktek “rokat tashe’ “ bagi masyarakat Pulau Mandangin kecamatan Sampang kabupaten Sampang.
1.7 Kerangka Teori
1.7.1 Teori Interaksionisme Simbolik George Herbert Mead (1934)
Mead menganalisa bahwa terbentuknya suatu lingkungan sosial merupakan satu proses yang di dahului oleh keseluruhan atau masyarakat, sebab, masyarakat mempunyai peran membentuk prilaku individu. Oleh sebab itu, masyarakat merupakan bagian awal sebelum bagian individu. Meskipun bagian tecipta terlebih dahulu tercipta sebelum keseluruhan, akan tetapi, bagian-bagian tersebut diterangkan berdasarkan keseluruhan. Keputusan dari Tindakan tersebut di dapatkan dari proses sosial berdasarkan bagaimana terbentuknya rangsangan (stimulus) yang menjadi dasar individu menanggapi (respon) terhadap rangsangan tersebut. Berdasarkan analoginya tersebut Mead (1938) melakukan rumusan lanjutan dengan mengenalkan teoritis dalam mengidentifikasi empat basis dan tahapan tindakan berdasarkan dua kutub stimulus dan respon yang dijelaskan sebelumnya. Keempat tahap tersebut mencerminkan satu kesatuan organik yang mempunyai korelasi secara dialektis. Keempat basis tersebut adalah :
1) Impuls : suatu dorongan yang dihasilkan melalui rangsangan melaui perantara alat indera, aktor bereaksi terhadap rangsangan yang dilihat atau dirasakan dengan berbagi respon yang diaktualisasikan baik secara spontan maupun melalui pemikiran yang matang. Secara spesifik, impuls menghubungkan dua kutub utama yaitu hubungan aktor dan lingkungan.
2) Persepsi : dalam rangkaiannya persepsi berdekatan dengan impuls, persepsi mempunyai kuasa baik otonom maupun autonom untuk menanggapi stimuli yang datang berdasarkan pilihan rasa yang akan di respon. Dalam proses persepsi terdapat proses memamhami dan menilai terhap stimuli yang dilihat maupun dirasakan, sebab, hal ini menjadi pilihan bagi aktor untuk menerima dan menolak stimuli yang datang. Secara spesifik persepsi menghubungkan dua kutub utamanya yaitu hubungan antara aktor dan objek.
3) Manipulasi : ketika impuls dan persepsi memberikan pemahaman terhadap lingkungan dan objek berdsarkan stimuli yang dilihat atau dirasa, maka aktor mempunyai kuasa untuk memikitkan dan memahami secara panjang maupun sejenak. Hal tersebut dilakukan supaya keputusan dalam tindakan tidak berdasarkan aksentuasi yang spontan. Dalam proses ini aktor dapat menggunakan mentalnya untuk menguji stimuli yang datang. Dalam hal ini manipulasi secara spesifik menghubungkan antara aktor dan pertimbangan dalam melakukan tindakan.
4) Konsumasi : tahap ini merupakan tahap tindakan yang dilakukan aktor terhadap stimuli yang di prosesnya sejak awal, apakah tindakan akan dilakukan atau tidak. Eksekusi dilakukan setelah melalui tiga proses sebelumnya.
1.8 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif-diskriptif dengan menggunakan pendekatan etnografi.
1.8.1 Metode Pengambilan Data
• Metode pengambilan data adalah dengan observasi partisipan dengan melakukan wawancara mendalam (interview depth) dengan informan, dengan menggunakan teknik snowball samplel, yaitu memaksimalisasikan waktu yang ada dan pengumpulan informasi yang sesuai dengan permasalahan yang dikaji .
1.8.2 Metode Analisis Data
• Dengan menggunakan trianggulasi yaitu pemeriksaan kembali informasi yang diperoleh serta menelaah kembali seluruh dat adari berbagai sumber yang kita dapatkan dilapangan, baik melalui hasil wawancara, pengamatan, dokumen dan lain-lain
1.8.3 Metode Pemeriksaan Keabsahan data
• Keabsahan data dilakukan dengan menggunakan trianggulasi sumber data baik primer maupun skunder.
• Pengertian,Sejarah,dan Tujuan Penelitian Etnometodologi.
• Etnometodologi mempunyai pengertian sekumpulan pengetahuan berdasarkan akal sehat dan rangkaian prosedur serta pertimbangan (metode) yang mana masyarakat biasa dapat memahami, mencari tahu, dan bertindak berdasarkan situasi dimana meraka menemukan jati diri. Penelitian etnometododologi berupaya untuk memahami bagaimana masyarakat memandang, menjelaskan dan menggambarkan kata hidup mereka sendiri
• Penelitian etnometodologi pertama kali ditemukan dan dipraktekkan secara langsung oleh Harold Grafinkel pada tahun 1950-an. Pada waktu itu Grafinkel melakukan di sebuah toko,di sana Grafinkel mengamati setiap pembeli yang keluar dan masuk di toko tersebut serta mendengar apa yang dipercakapkan orang-orang tersebut. Seementata untuk eksperimen (simulasi), Grafinkel melakukan beberapa latihan pada beberapa orang. Latihan ini terdiri dari beberapa sifat, yaitu responsif, provokatif dan subersif. Pada latihan responsif yang ingin diungkap adalah bagaimana seseorang menanggapi apa yang pernah dialaminya. Pada latihan provokatif yang ingin diungkap adalah reaksi orang terhadap suatu situasi atau bahasa. Sementara latihan subersif menekankan pada perubahan status atau peran yang biasa dimainkan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Pada latihan subersif, seseorang diminta untuk bertindak secara berlainan dari apa yang seharusnya dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Etnometodologi adalah studi menganalisis mengenai aktifitas/kegiatan manusia sehari-hari khususnya yang berkaitan dengan aspek interaksi sosial. Adapun hal-hal yang telah dianalisa oleh Garfinkel yaitu,
1. Analisis percakapan (conversation analysis), dalam analisisnya aktifitas dan interaksi menunjukkan aktifitas yang stabil
2. Eksperimen pelanggaran (breaching experiment)
3. Percakapan lewat telephone
4. Membuat tertawa (laught)
5. Merangsang tepuk tangan
6. Ejekan (booing)
7. Malu dan percaya diri
8. Studi institusi dalam interview kerja kerja
9. ‘Negosiasi eksekutif
10. Menelpon pusat gawat darurat
11. Resolusi perselisihan dalam mediasi
12. Penelitian Etnometodologi
1.9 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi dari penelitian ini adalah pulau Mandangin Kecamatan Sampang kabupaten Sampang pada tanggal.
1.1 Latar Belakang
Kebudayaan sendiri mencakup segala sesuatu yang termasuk pengetahuan (knowledge), kepercayaan (trust), seni (art), moral, hukum dan adat istiadat serta kebiasaan yang ada di masyarakat dilakukan oleh anggotanya. Berbagai mesin, ilmu pengetahuan, peralatan hidup, karya sastra dan ideologi merupakan hasil dari kebudayaan (Edward Taylor, 1897). Mengingat keadaan tersebut, maka, kebudayaan perlu untuk ditelusuri unsur-unsurnya. Unsur kebudayaan terdiri dari sistem religi, sistem organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian dan sistem teknologi kebudayaan.
Kebudayaan juga merupakan keseluruhan pola tingkah laku baik implisit maupun eksplisit yang diperoleh dan diturunkan melalui simbol yang akhirnya mampu membentuk sesuatu yang khas dari kelompok-kelompok manusia, termasuk perwujudannyadalam benda-benda materi. Lebih lanjut diungkapkan bahwa kebudayaan makhluk terdapat unsur-unsur universal seperti sistem organisasi sosial, sistem mata pencaharian hidup, sistem teknologi, sistem pengetahuan, kesenian, bahasa dan religi. Kemudian dapat dijelaskanbahwa sistem-sistem tersebut selanjutnyamsih dibagi lagi dalam wujud kebudayaan menjadi sistem budaya, sistem sosial dan artefak, hal tersebut juga berlaku pula pada sistem-sistem lain yang ada.
Kebudayaan juga didefinisikan ddengan berbagai cara . dimulainya dengan suatu definisi tipikal yank diusulkan oleh Marvin Harris, bahwa “konsep kebudayaan ditampakkan dalam berbagai pola tingkah laku yang dikaitkan dengan kelompok-kelompok masyarakat tertentu, seperti “adat” (Custom), atau “cara hidup” masyarakat” (1986:16). Lebih lanjut, kebudayaan terspesialisasi pada rangka sistem kebudayaan tampak yang disebut dengan overt culture yang meliputi sesuatu yang dapat divisualisasikan melalui pengamatan panca indra, dan kebudayaan yang tidak tampak yang disebut covert culture dan meliputi ide, gagasan dan sesuatu yang abstrak melalui berbagai cakupan yang terdiri dari sistem budaya meliputi sistem nilai, konsep, tema berpikir dan keyakinan. Kebudayaan adalah segala hal yang dimiliki oleh manusia, hanya diperolehnya dengan belajar dan menggunakan akalnya. Manusia dapat berjalan karena kemampuan untuk berjalan itu didorong oleh nalurinya, dan terjadi secara Ilmiah.Tipologi kebudayaan yang mendasar dari masyarakat di daerah pedesaan atau pedalaman sangat kuat dalam menjaga mental dari sistem nilai budaya (culture value system) dan sikap (attitude) menimbulkan pola pikir tertentu yang berpengaruh pada tindakan seseorang baik dalam kehidupan sehari-hari atau keputusan yang penting dalam hidupnya (Sayogjo, 1980). Sistem nilai atau budaya merupaka suatu rangkaian konsepsi abstrak yang hidup dalam sebagian besar warga masyarakat. Sistem nilai menjadi acuan bagi setiap orang untuk melakukan sesuai dengan anjuranyang diperbolehkan. Dengan adanya sistem nilai, maka manusia akan terdorong untuk hidup, karena itu sistem nilai budaya sukar sekali untuk hilang dari diri dan masyarakat karena merupakan pengejawantahan dari pola kehidupan kita sebagai makhluk yang dinamis.
Sebagai masyarakat dinamis kehidupan masyarakat berasas pada ketenangan, kedamaian dan jaminan kebahagian yang berorientasi pada penanaman nilai dan norma yang dihasilkan serta didapatkan melalui sistem religiusasi yang didapatkan dan direnungkan. Pada perkembangannya kebudayaan masyarakat Indonesia masih kental dengan aroma dan suasana budaya animisme. Hal tersebut dapat kita lihat dari berbagai ritual –ritual yang dilakukan masyarakat. Upacara warisan animisme terliaht dibeberapa upacara seperti memetri, salapan, ruwat kolo,upacara larungan, upacara saketanan, upacara kasodo dan sebagainya. Seperti yang terjadi di Jawa mengenal kebiasaan methil atau upacara panen padi yang dilakukan di sawah-sawah secara beramai-ramai dan di tiap petak sawah upacara juga dilakukan selamatan sendiri apabila akan memanen.
Etnografi berasal dari kata etnos yang berarti suku bangsa dan graphein yang berarti gambaran. Jadi etnografi adalah gambaran tentang suku-suku bangsa. Etnografi merupakan pekerjaan mendiskripsikan kebudayaan. Tujuan utama aktivis ini adalah memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang asli. Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Menurut para ahli Meville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak.
Jadi kesimpulannya, etnografi dan kebudayaan tujuannya untuk memahami hal yang di lihat, di dengar dan di amati betul-betul untuk kemudian menarik kesimpulan (memahami suatu pandangan hidup dari sudut pandang asli). Dari satu sisi, hal ini sangat mempengaruhi tingkat pengetahuan yang meliputi sistem atau struktur dari ke-2nya dalam mendiskripsikan pandangan hidup masyarakat sehari-hari, karena ke-2 metode ini saling mempengaruhi satu sama lain. Jadi, etnografi dan kebudayaan mempunyai kaitan yang sangat erat. Karena jika etnogafi tidak dipengaruhi dengan adanya struktur-struktur kebudayaan suatu penelitian, penelitian itu tidak akan sistematik.
secara lebih spesifik, Spradley kemudian mendefinisikan budaya sebagai system pengetahuan yang diperoleh manusia melalui proses belajar, yang mereka gunakan untukmenafsirkan (menginterpretasikan)dunia sekeliling mereka, dan sekaligus untuk menyusun strategi perilaku dalam menghadapi dunia sekeliling mereka.( James P.Spradley, 1982)
Dalam memahami metode ethongrafi. Mempunyai dua bagian utama dalam buku karangan James P.Spradley yang di Essai oleh DR.Amri Marzali menjadi sebuah pengantar, Pada bagian awal, penulis memberikan lambaran akademis tentang makna dan posisi etnografi dalam kajian kebudayaan. Adapun di bagian selanjutnya, lebih dijelaskan para hal-hal yang berkaitan dengan teknik wawancara ethnografi yang dituangkan dalam dua belas langkah. Sebagai sebuah metode, etnografi banyak menawarkan beberapa pendekatan ; pengumpulan kisah-kisah kehidupan, wawancara etnografis, observasi partisipatif, kombinasi, ataupun studi dokumentasi. Buku ini sebenarnya lebih tepat dikatakan sebagai buku metode wawancara etnografis dimana Spradley menawarkan konsep The Development Research (Alur Penelitian Maju Bertahap) dalam melakukan wawancara. Dalam pengantar itu Amri memberikan penjelasan singkat tentang sejarah dan perkembangan etnografi. Etnografi sebenarnya adalah metode penelitian yang dilahirkan dari tradisi ilmu antropologi. Awalnya etnografi hadir sebagai titik tolak pendekatan penelitian antropologi yang hanya berkutat pada dokumen dan artefak untuk merekonstruksi sejarah peradaban masyarakat pedalaman. Metode etnografi kemudian lebih memperhatikan aspek interaksi langsung kepada masyarakat/etnic pedalaman yang hendak diteliti.
Seiring perkembangan intelektual dan menguatnya gerakan pos-strukturalisme dalam kajian antropologi, metode ethnografipun mengalami perubahan paradigma yang cukup significant. Etnografi kemudian tidak “ngurusi” dan menganalisis tentang masyarakat/komunitas pedalaman atau sebuah suku/etnic tertentu saja. Etnografi kemudian juga bekerja pada ruang keseharian masyarakat kontemporer yang hidup di sekitar. Spradley, sang penilis buku, adalalah tokoh ilmu antropologi “paradigma baru” dalam buku ini banyak memberikan contoh-contoh teknik etnografi yang sangat kontekstual untuk dilakukan dalam penelitian sederhana sehari-hari. Memahami konsep kebudayaan menjadi pintu awal dalam menelusuri gagasan Spradley. Menurut Spadley, Kebudayaan hendaknya dipahami sebagai pengetahuan yang diperoleh dan dipergunakan untuk menginterpretasikan pengalaman dan melahirkan tingkah laku serta strategi tindakan dalam hidup sehari-hari (Spradley, 2007 : 6). Dalam konteks pemahaman seperti inilah buku ini secara teori dan metodik lebih menekankan pada penyelidikan terhadap makna budaya melalui pendekatan wawancara dengan bahasa sebagai salah satu medianya Upacara warisan animisme tersebut juga dapat kita jumpai dikalangan masyarakat Madura terutama masyarakat pesisir dan masyarakat kepulauan yang notabene berprofesi sebagai nelayan. Setiap tahun masyarakat mengadakan upacara atau ritual khusus membuat acara ”selamatan” yang dikenal dikalangan masyarakat Madura dengan nama ”rokat” serta dilaksanakan dilaut tempat masyarakat melakukan aktifitas melautnya, sehingga, masyarakat Madura mengenalnya dengan ”rokat tashe’ ” (upacara menyelamati laut) yang menjadi tradisi dan kebudayaan masyarakat Madura pada umumnya dan mayarakat nelayan Pulau Mandangin Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang pada khususnya.
Keyword : Makna, Rokat Tase’
Dengan Latar belakang diatas maka Aspek Sosiologisnya adalah Makna (Meaning) merupakan aspek Sosiologisnya sedangkan Rokat Tase’ merupakan aspek Budaya.
Rokat tase’ adalah upacara masyarakat nelayan untuk menyelamatkan nelayan dari bahaya-bahaya yang mungkin akan dihadapi ketika melaut dan dapat memberikan hasil tangkapan ikan yang banyak setiap tahun oleh mayoritas kaum Nelayan Pesisir maupun para Nelayan kaum Kepuluan pada masyarakat Madura pada umumnya dan masyarakat Pulau Mandangin Kecamatan dan Kabupaten Sampang pada khususnya, serta keunikan Pulau tersebut ritual ” Rokat Tase’ ” tiadak hanya dilakukan pada setiap tahun sekali akan tetapi pada saat – saat tertentu ritual rokat tase’ dilakukan oleh masyarakat Nelayan jika diantara mereka dirasuki oleh makhluk halus/Penjaga Laut.. Rokat tase’ ini sudah menjadi kebiasaan mereka secara turun temurun (warisan nenek moyang).
Simbol-simbol yang digunakan dalam rokat ini antara lain adalah. Pengajian yang bertujuan untuk mendoakan keselamatan nelayan saat melaut. Sesajen (larung laut) sebagai keberkahan pada laut supaya laut dapat bersahabat dengan nelayan,Kepala Sapi, Kepala Kambing. Hati Ayam, Sesajen dan bendera-bendera untuk memeriahkan Rokat tase’ dikalangan kaum nelayan serta masyarakat Pulau Mandangin.
Tabel 1. Simbol – Simbol Rokat Tase’(Petik Laut)
No Simbol – Simbol Makna
1 Pengajian Mendoakan para Nelayam agar Selamat waktu melaut
2 “Ronnang,madura/Ludruk” Untuk memeriahkan Rokat Tase’ & Hiburan warga
3 Kepala Sapi -
4 Ayam -
5 Sesajen (Larung Laut) Sebagai keberkahan pada laut supaya bisa bersahat dengan para Nelayan
7 Uang Rasa syukur Kepada Allah SWT serta mensukuri hasil tangkapan dari laut
8 Bendera Menggunakan Bendera Merah Putih menunjukkan Nelayan Pulau Mandangin adalah Bangsa Indonesia
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan sistematika latar belakang yang bersifat diskripif-kualitatif terhadap suatu peristiwa Praktek ”rokat tashe’”yang secara khusus terjadi di masyarakat nelayan Madura, khususnya Masyarakat Pulau Mandangin Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang. Maka, butuh perumusan yang lebih spesifik untuk mendiskripsikan peristiwa tersebut, yaitu:
1.2.1 Apa makna dari praktek “rokat tase’ ”menurut masyarakat Pulau Mandangin kecamatan Sampang kabupaten Sampang ?
1.2.2 Apa Fungsi praktek “rokat tase’ ” terhadap kepercayaan masyarakat Nelayan Pulau Mandangin kecamatan Sampang kabupaten Sampang ?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Khusus
• Ingin mengetahui makna praktek “rokat tashe’ “bagi masyarakat Pulau Mandangin kecamatan Sampang kabupaten Sampang.
• Ingin mengetahui fungsi praktek “rokat tashe’ “ terhadap kepercayaan masyarakat Pulau Mandangin kecamatan Sampang kabupaten Sampang melaui berbagai perspektif khususnya perbandingan dengan agama.
1.3.2 Tujuan Umum
• Sebagai upaya memberikan deskripsi secara universal mengenai makna praktek “rokat tashe’ “ bagi masyarakat Pulau Mandangin kecamatan Sampang kabupaten Sampang.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Masyarakat
• Supaya menjadi bahan kajian internal bagi masyarakat Pulau Mandangin kecamatan Sampang kabupaten Sampang.
1.4.2 Bagi Penulis
• Sebagai pengalaman dan peningkatan kemampuan dalam memberikan satu masukan bagi semua pihak dalam suatu peristiwa terutama bagi masyarakat pulau Mandangin kecamatan Sampang kabupaten Sampang pada khususnya dan Madura pada umumnya.
1.6.2 Bagi Universitas
• Menjadi referensi mengenai makna praktek “rokat tashe’ “ bagi masyarakat Pulau Mandangin kecamatan Sampang kabupaten Sampang.
1.7 Kerangka Teori
1.7.1 Teori Interaksionisme Simbolik George Herbert Mead (1934)
Mead menganalisa bahwa terbentuknya suatu lingkungan sosial merupakan satu proses yang di dahului oleh keseluruhan atau masyarakat, sebab, masyarakat mempunyai peran membentuk prilaku individu. Oleh sebab itu, masyarakat merupakan bagian awal sebelum bagian individu. Meskipun bagian tecipta terlebih dahulu tercipta sebelum keseluruhan, akan tetapi, bagian-bagian tersebut diterangkan berdasarkan keseluruhan. Keputusan dari Tindakan tersebut di dapatkan dari proses sosial berdasarkan bagaimana terbentuknya rangsangan (stimulus) yang menjadi dasar individu menanggapi (respon) terhadap rangsangan tersebut. Berdasarkan analoginya tersebut Mead (1938) melakukan rumusan lanjutan dengan mengenalkan teoritis dalam mengidentifikasi empat basis dan tahapan tindakan berdasarkan dua kutub stimulus dan respon yang dijelaskan sebelumnya. Keempat tahap tersebut mencerminkan satu kesatuan organik yang mempunyai korelasi secara dialektis. Keempat basis tersebut adalah :
1) Impuls : suatu dorongan yang dihasilkan melalui rangsangan melaui perantara alat indera, aktor bereaksi terhadap rangsangan yang dilihat atau dirasakan dengan berbagi respon yang diaktualisasikan baik secara spontan maupun melalui pemikiran yang matang. Secara spesifik, impuls menghubungkan dua kutub utama yaitu hubungan aktor dan lingkungan.
2) Persepsi : dalam rangkaiannya persepsi berdekatan dengan impuls, persepsi mempunyai kuasa baik otonom maupun autonom untuk menanggapi stimuli yang datang berdasarkan pilihan rasa yang akan di respon. Dalam proses persepsi terdapat proses memamhami dan menilai terhap stimuli yang dilihat maupun dirasakan, sebab, hal ini menjadi pilihan bagi aktor untuk menerima dan menolak stimuli yang datang. Secara spesifik persepsi menghubungkan dua kutub utamanya yaitu hubungan antara aktor dan objek.
3) Manipulasi : ketika impuls dan persepsi memberikan pemahaman terhadap lingkungan dan objek berdsarkan stimuli yang dilihat atau dirasa, maka aktor mempunyai kuasa untuk memikitkan dan memahami secara panjang maupun sejenak. Hal tersebut dilakukan supaya keputusan dalam tindakan tidak berdasarkan aksentuasi yang spontan. Dalam proses ini aktor dapat menggunakan mentalnya untuk menguji stimuli yang datang. Dalam hal ini manipulasi secara spesifik menghubungkan antara aktor dan pertimbangan dalam melakukan tindakan.
4) Konsumasi : tahap ini merupakan tahap tindakan yang dilakukan aktor terhadap stimuli yang di prosesnya sejak awal, apakah tindakan akan dilakukan atau tidak. Eksekusi dilakukan setelah melalui tiga proses sebelumnya.
1.8 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif-diskriptif dengan menggunakan pendekatan etnografi.
1.8.1 Metode Pengambilan Data
• Metode pengambilan data adalah dengan observasi partisipan dengan melakukan wawancara mendalam (interview depth) dengan informan, dengan menggunakan teknik snowball samplel, yaitu memaksimalisasikan waktu yang ada dan pengumpulan informasi yang sesuai dengan permasalahan yang dikaji .
1.8.2 Metode Analisis Data
• Dengan menggunakan trianggulasi yaitu pemeriksaan kembali informasi yang diperoleh serta menelaah kembali seluruh dat adari berbagai sumber yang kita dapatkan dilapangan, baik melalui hasil wawancara, pengamatan, dokumen dan lain-lain
1.8.3 Metode Pemeriksaan Keabsahan data
• Keabsahan data dilakukan dengan menggunakan trianggulasi sumber data baik primer maupun skunder.
• Pengertian,Sejarah,dan Tujuan Penelitian Etnometodologi.
• Etnometodologi mempunyai pengertian sekumpulan pengetahuan berdasarkan akal sehat dan rangkaian prosedur serta pertimbangan (metode) yang mana masyarakat biasa dapat memahami, mencari tahu, dan bertindak berdasarkan situasi dimana meraka menemukan jati diri. Penelitian etnometododologi berupaya untuk memahami bagaimana masyarakat memandang, menjelaskan dan menggambarkan kata hidup mereka sendiri
• Penelitian etnometodologi pertama kali ditemukan dan dipraktekkan secara langsung oleh Harold Grafinkel pada tahun 1950-an. Pada waktu itu Grafinkel melakukan di sebuah toko,di sana Grafinkel mengamati setiap pembeli yang keluar dan masuk di toko tersebut serta mendengar apa yang dipercakapkan orang-orang tersebut. Seementata untuk eksperimen (simulasi), Grafinkel melakukan beberapa latihan pada beberapa orang. Latihan ini terdiri dari beberapa sifat, yaitu responsif, provokatif dan subersif. Pada latihan responsif yang ingin diungkap adalah bagaimana seseorang menanggapi apa yang pernah dialaminya. Pada latihan provokatif yang ingin diungkap adalah reaksi orang terhadap suatu situasi atau bahasa. Sementara latihan subersif menekankan pada perubahan status atau peran yang biasa dimainkan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-harinya. Pada latihan subersif, seseorang diminta untuk bertindak secara berlainan dari apa yang seharusnya dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.
Etnometodologi adalah studi menganalisis mengenai aktifitas/kegiatan manusia sehari-hari khususnya yang berkaitan dengan aspek interaksi sosial. Adapun hal-hal yang telah dianalisa oleh Garfinkel yaitu,
1. Analisis percakapan (conversation analysis), dalam analisisnya aktifitas dan interaksi menunjukkan aktifitas yang stabil
2. Eksperimen pelanggaran (breaching experiment)
3. Percakapan lewat telephone
4. Membuat tertawa (laught)
5. Merangsang tepuk tangan
6. Ejekan (booing)
7. Malu dan percaya diri
8. Studi institusi dalam interview kerja kerja
9. ‘Negosiasi eksekutif
10. Menelpon pusat gawat darurat
11. Resolusi perselisihan dalam mediasi
12. Penelitian Etnometodologi
1.9 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi dari penelitian ini adalah pulau Mandangin Kecamatan Sampang kabupaten Sampang pada tanggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar