Pengaturan CSR dalam Hukum Perusahaan



Coorporate Sosial Responsibilty
Pengaturan CSR dalam Hukum Perusahaan


  disusun oleh :
P. Aldy Primananda          (100531100090)
Meyta Sari Dwi Astuti      (100531100016)
Nuri Amila                        (100531100103)
Badrus Soleh                     (100531100052)
A.    Baihaqi Valiansyah     (100531100103)
Zamroni                             (100531100104)
Azimi Hamdy                   (100531100049)

PRODI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2013


Bab I
CSR dalam Hukum Perusahaan atau Perseroan Terbatas
Pasal 74 Undang-Undang nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pada dasarnya telah mengakhiri perdebatan tentang wajib tidaknya CSR atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) bagi perusahaan perseroan terbatas.
Undang-Undang ini secara imperative menjelaskan bahwa CSR merupakan sebuah kewajiban hukum bagi perusahaan yang memenuhi kriteria yang ditetapkan Undang- Undang. TJSL yang diatur dalam UUPT 2007 diilhami oleh pandangan yang berkembang belakangan ini yang mengajarkan perseroan sebagai perusahaan yang melakukan kegiatan ditengah-tengah kehidupan masyarakat, maka perusahaan harus ikut bertanggung jawab terhadap masalah-masalah sosial yang dihadapi masyarakat setempat.
Di Indonesia, definisi CSR secara etimologis kerap diterjemahkan sebagai tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Namun setelah tanggal 16 Agustus 2007, CSR di Indonesia telah di atur dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang mengantikan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas. CSR yang dikenal dalam Undang-Undang ini sebagaimana yang termuat dalam
Pasal 1 ayat 1, 2, 3 yang berbunyi:
1.      Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau yang berkaitan dengan sumnber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
2.      Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
3.      Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4.      Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur dengan Peraturan Pemerintah.



Dalam Pasal 74 ini banyak sekali perdebatan yang terjadi khususnya dikalangan pengusaha, sebagian masyarakat dan pengusaha merasa bahwa penerapan Pasal 74 ini menimbulkan diskriminasi karena hanya mewajibkan CSR kepada perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, yang jadi pertanyaan adalah bagaimana dengan perusahaan yang tidak menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, apakah tidak diwajibkan melaksanakan CSR? hal ini dijawab secara tegas oleh Putusan MK dengan melakukan pertimbangan terhadap beberapa hal yakni salah satunya adalah bahwa kerusakan sumber daya alam dan lingkungan di Indonesia telah sampai pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan, baik untuk generasi sekarang maupun generasi yang akan datang. Oleh sebab itu, peranan negara dengan menguasai atas bumi, air, udara dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya termasuk untuk mengatur , mengusahakan, memelihara dan mengawasi, dimaksudkan agar terbangun lingkungan yang baik dan berkelanjutan (suistanable development) yang ditujukan kepada semua pemangku kepentingan (stakeholders) yang tidak boleh di abaikan. Untuk itu perlu adanya pemaparan terkait isi Pasal 74 UUPT, dimana aspek empirik hukumnya mampu dilihat secara satu persatu. Rumusan Pasal 74 UUPT dapat dijabarkan sebagai berikut:
a)               Pada ayat (1) disebutkan bahwa kewajiban pelaksanaan CSR bagi perusahaa yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam ini hanya melihat pada sisi bisnis inti dari perusahaan tersebut. Walaupun perusahaan tersebut tidak melakukan eksploitasi secara langsung, tetapi selama kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam, maka perusahaan tersebut wajib melaksanakan CSR. Dengan demikian sudah jelas bahwa konsep CSR yang semula hanya merupakan kewajiban moral, maka dengan berlakunya UUPT maka akan berubah menjadi kewajiban yang dipertanggungjawabkan secara hukum. Hal tersebut dengan memperhatikan segala potensi yang ada pada lingkungan perusahaan tersebut.
b)               Pada ayat (2) disebutkan bahwa biaya pelaksanaan CSR diperhitungkan sebagai salah satu komponen biaya perusahaan. Biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan CSR ini seharusnya pada akhir tahun buku diperhitungkan sebagai salah satu pengeluaran perusahaan. Dalam hal ini agar dapat dijadikan sebagai biaya pengurangan pajak, maka rencana kegiatan CSR dan lingkungan yang akan dilaksanakan dan anggaran yang dibutuhkan wajib untuk dimuat atau dimasukkan ke dalam rencana kerja tahunan. Mengenai anggaran untuk pelaksanaan CSR dilakukan denagn kepatutan dan kewajaran, yaitu dengan pengertian bahwa biaya-biaya tersebut harus diatur besarnya sesuai dengan manfaat yang akan dituju dari pelaksanaan CSR itu sendiri berdasarkan kemampuan keuangan perusahaan.
c)               Pada ayat (3) disebutkan bahwa sanksi yang dikenakan bagi perusahaan yang melanggar ketentuan mengenai tanggung jawab sosial lingkungan ini adalah sanksi yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang terkait. Hal tersebut berarti bahwa sanksi yang diberikan bukan sanksi karena tidak melakukan CSR menurut UUPT akan tetapi karena perusahaan mengabaikan CSR sehingga perusahaan tersebut melanggar aturan-aturan terkait bidang sosial dan lingkungan yang berlaku.
d)              Pada ayat (4) disebutkan bahwa peraturan yang memayungi peraturan CSR di Indonesia, pemerintah perlu membuat aturan pelaksananya dalam bentuk Peraturan Pemerintah ini. Pemerintah diharapkan tidak salah tafsir dalam menafsirkan CSR sehingga aturan yang dibuat nantinya justru memberatkan perusahaan dan akan menghilangkan arrti dari CSR itu sendiri. Dengan dimasukkanya CSR yang pada awalnya muncul karena kesadaran perusahaan dan lebih merupakan moral liability menjadi legal liability, walaupun sanksi yang diterima perusahaan dari UU yang terkait










Bab II
Manfaat dan Alasan Perusahaan untuk Mengatur CSR
A.     Manfaat Corporate Social Responsibility (CSR)

Secara etimologis pengertian CSR dapat diartikan sebagai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Definisi dari CSR atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan dapat dilihat di dalam pasal 1 butir 3 UUPT yang menyebutkan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya. Masih banyak kalangan yang memandang Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai program yang tidak profitable sehingga tak urung Corporate Social Responsibility (CSR) akan menjadi beban dan tuntutan semata, akan tetapi seharusnya merupakan komitmen yang dilakukan pemerintah dan perusahaan untuk peduli dan berupaya aktif memberi solusi konkrit atas kompleksnya permasalahan sosial di tengah masyarakat Indonesia. Fokus Corporate Social Responsibility (CSR) adalah bagaimana meningkatkan kualitas hidup masyarakat hingga akhirnya muncul kemapanan masyarakat untuk mengatasi permasalahan sosial. Dengan menjalankan tanggung jawab sosial, perusahaan diharapkan tidak hanya mengejar keuntungan jangka pendek, namun turut juga berkontribusi bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitar dalam jangka panjang. Dalam artian bahwa tanggung jawab sosial yang dilakukan tidak hanya untuk mendapatkan nilai tambah dari masyarakat tetapi tanggung jawab ini haruslah berkesinambungan sampai waktu yang cukup panjang. Dari sisi perusahaan terdapat berbagai manfaat yang dapat diperoleh dari aktivitas CSR, yaitu:
1.      Mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan. Perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosialnya secara konsisten akan mendapatkan dukungan yang luas dari komunitas yang telah merasakan manfaat dari berbagai aktivitas yang dijalankan. CSR akan mendongkrak citra positif dari perusahaan dalam rentang waktu panjang dan akan meningkatkan reputasi perusahaan.
2.      Sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan krisis. Demikian pula ketika perusahaan diterpa kabar miring bahkan ketika perusahaan melakukan kesalahan, masyarakat lebih mudah memahami serta memaafkan perilaku perusahaan. Ini merupakan implikasi terhadap perusahaan yang telah menanamkan benih kebaikan di tengah masyarakat, efeknya apabila perusahaan berbuat kesalahan maka masyarakat akan dengan mudahnya memaafkan. Ini merupakan sebuah ikatan batin antara perusahaan yang melakukan tanggung jawab sosial perusahaan dengan masyarakat sekitar.
3.       Keterlibatan dan kebanggaan bagi karyawan. Karyawan akan merasa bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi baik, yang secara konsisten melakukan upaya upaya untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Kebanggaan ini pada akhirnya akan menghasilkan loyalitas, sehingga mereka merasa lebih termotivasi untuk bekerja lebih keras demi kemajuan perusahaan. Hal ini akan berujung pada peningkatan kinerja dan produktivitas. Dengan peningkatan kinerja dan produktivitas perusahaan, maka perusahaan akan mendapatkan keuntungan karena semangat kerja karyawan yang bertambah sehingga produksi pun semakin banyak.
4.      Mampu memperbaiki dan mempererat hubungan-hubungan antara perusahaan dengan para stakeholdersnya bila CSR dilaksanakan secara konsisten. Pelaksanaan CSR yang konsisten menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kepedulian terhadap pihak-pihak yang selama ini berkontribusi terhadap lancarnya berbagai aktivitas serta kemajuan yang diraih perusahaan. Hal ini mengakibatkan para stakeholders senang dan merasa nyaman dalam menjalin hubungan dengan perusahaan.
5.      Meningkatnya penjualan seperti yang terungkap dalam Riset Roper Search Worldwide, konsumen akan lebih menyukai produk-produk yang dihasilkan oleh perusahaan yang konsisten menjalankan tanggung jawab sosialnya sehingga memiliki reputasi yang baik.
6.      Insentif-insentif lainnya seperti pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya. Hal itu perlu dipikirkan guna mendorong perusahaan agar lebih giat menjalankan tanggung jawab sosialnya.

Karena dengan perusahaan melakukan tanggung jawab sosial perusahaan maka perusahaan telah melakukan sebuah perubahan yang penting bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Bahkan A. Sonny Keraf juga menyebutkan beberapa alasan perlunya keterlibatan sosial perusahaan:
1.      Kebutuhan dan harapan masyarakat semakin berubah. Masyarakat semakin kritis terhadap perilaku perusahaan, masyarakat saat ini lebih mengetahui akan hak yang harus mereka terima dari perusahaan. Masyarakat tidak dapat lagi dimanipulasi dengan perusahaan, karena seiring perkembangan masyarakat lebih mengetahui apa yang menjadi hak-hak mereka yang harus dipenuhi oleh perusahaan. Masyarakat semakin cerdas dalam peningkatan kualitas hidup kearah yang lebih baik.
2.      Terbatasnya sumber daya alam. Bisnis diharapkan untuk tidak hanya mengeksploitasi sumber daya alam yang terbatas, namun juga harus memelihara dan menggunakan sumber daya alam dengan bijak. Jangan sampai sumber daya alam yang ada habis sehingga menimbulkan kepunahan. Perusahan dituntut untuk lebih peka dalam hal ini jangan sampai sumber daya alam yang akan menjadi warisan buat anak cucu kita nantinya punah sebelum waktunya.
3.      Lingkungan sosial yang lebih baik. Lingkungan sosial akan mendukung keberhasilan bisnis untuk jangka panjang, semakin baik lingkungan social dengan sendirinya akan ikut memperbaiki iklim bisnis yang ada. Antara lingkungan sosial dan iklim bisnis memiliki hubungan erat yang sulit dipisahkan satu dengan lainnya. Dengan lingkungan sosial yang mendukung maka perkembangan iklim bisnis semakin berkembang.
4.      Perimbangan tanggung jawab dan kekuasaan. Kekuasaan yang terlalu besar jika tidak diimbangi dan dikontrol dengan tanggung jawab sosial akan menyebabkan bisnis menjadi kekuatan yang merusak masyarakat. Kekuasaan penuh berada di tangan perusahaan bukan tidak mungkin akan terjadi ketidakadilan kepada berbagai pihak terutama masyarakat dan lingkungan sekitar.
5.      Kentungan jangka panjang. Tanggung jawab dan keterlibatan sosial tercipta suatu citra positif di mata masyarakat, karena terciptanya iklim sosial politik yang kondusif baik kelangsungan perusahaan. Dengan dilakukannya tanggung jawab sosial akan dapat meningkatkan keuntungan jangka panjang bagi perusahaan.

Bahkan Yusuf Wibisono, setidaknya ada 3 (tiga) alasan penting kalanga dunia usaha harus merespon dan mengembangkan isu tangung jawab sosial sejalan dengan operasi usahanya, yaitu:
1.      Perusahaan merupakan bagian dari masyarakat dan oleh karenanya wajar bila perusahaan memperhatikan kepentingan masyarakat. Perusahaan harus menyadari bahwa mereka beroperasi dalam suatu tatanan lingkungan masyarakat. Kegiatan sosial ini berfungsi sebagai kompensasi atau upaya timbal balik atas penguasaan sumber daya alam dan ekonomi oleh perusahaan yang kadang bersifat ekspansif dan eksploratif, disamping sebagai kompensasi sosial karena timbulnya ketidaknyamanan pada masyarakat.
2.      Kalangan bisnis dan masyarakat sebaiknya memiliki hubungan yang bersifat simbiosis mutualisme. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, setidaknya lisence to operate, wajar bila perusahaan juga dituntut untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat, sehingga dapat tercipta harmonisasi hubungan bahkan pendongkrakan citra dan performa perusahaan.
3.      Kegiatan tanggung jawab sosial merupakan salah satu cara untuk meredam atau bahkan menghindari konflik sosial. Potensi konflik itu dapat berasal akibat dampak operasional perusahaan ataupun akibat kesenjangan structural dan ekonomis yang timbul antara masyarakat dengan komponen masyarakat.
Adapun manfaat lain yang dapat diperoleh oleh suatu perusahaan yang mengimplementasikan CSR sebagaimana yang disampaikan Bismar Nasution, antara lain:
1.      Peningkatan penjualan dan pangsa pasar (Increased sales and market share);
2.       Memperkuat posisi nama atau merek dagang (strengthened brand positioning);
3.      Meningkatkan citra perusahaan (Enhanced corporate image and clout);
4.       Meningkatkan kemampuan untuk menarik, memotivasi dan mempertahankan pegawai (Increased ability to attract, motivate, and retain employees);
5.      Menurunkan biaya operasi (Decreasing operating cost); dan
6.      Meningkatkan daya tarik bagi investor dan analis keuangan (Increased appeal to investors and financial analysts).


Manfaat bagi perusahaan yang telah melakukan Corporate Social Responsibility (CSR) dengan baik dan sepenuh hati menurut Yusuf Wibisono adalah:
1.      Mempertahankan dan mendongkrak reputasi dan brand image perusahaan. Perbuatan destruktif pasti akan menurunkan reputasi perusahaan. Begitupun sebaliknya, kontribusi positif pasti juga akan mendongkrak reputasi dan image positif perusahaan. Inilah yang menjadi modal non-finansial utama bagi perusahaan bagi stakeholdersnya yang menjadi nilai tambah bagi perusahaan untuk dapat tumbuh secara berkelanjutan.
2.      Layak mendapatkan social lincene to operate. Masyarakat sekitar perusahaan merupakan komunitas utama perusahaan. Ketika mereka mendapatkan benefit dari keberadaan perusahaan, maka pasti dengan sendirinya mereka ikut merasa memiliki perusahaan. Sehingga imbalan yang diberikan ke perusahaan paling tidak adalah keleluasaan perusahaan untuk menjalankan roda bisnisnya di wilayah tersebut. Jadi program Corporate Social Responsibility (CSR) diharapkan menjadi bagian dari asuransi sosial (social insurance) yang akan menghasilkan harmoni dan persepsi positif dari masyarakat terhadap eksistensi perusahaan.
3.      Mereduksi risiko bisnis perusahaan. Mengelola risiko di tengah kompleksnya permasalahan perusahaan merupakan hal yang esensial untuk suksesnya usaha. Perusahaan mesti menyadari bahwa kegagalan untuk memenuhi ekspektasi stakeholders pasti akan menjadi bom waktu yang dapat memicu risiko yang tidak diharapkan. Misalnya disharmoni dengan stakeholders hingga pembatalan atau pemberhentian operasi, yang ujungnya akan merusak dan menurunkan reputasi bahkan kinerja perusahaan. Bila hal itu terjadi, maka di samping menanggung opportunity loss, perusahaan juga mesti mengeluarkan biaya yang mungkin justru berlipat besarnya dibanding biaya untuk mengimplementasikan Corporate Social Responsibility (CSR). Karena itu, menempuh langkah antisipatif dan preventif melalui penerapan Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan upaya investatif yang dapat menurunkan risiko bisnis perusahaan.
4.      Melebarkan akses sumber daya. Track record yang baik dalam pengelolaan Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan keunggulan bersaing bagi perusahaan yang dapat membantu untuk memuluskan jalan melaju sumber daya yang diperlukan perusahaan.
5.      Membentangkan akses menuju market (pasar). Investasi yang ditanamkan untuk program Corporate Social Responsibility (CSR) ini dapat menjadi tiket bagi perusahaan menuju peluang pasar yang terbuka lebar. Termasuk di dalamya akan memupuk loyalitas konsumen dan menembus pangsa pasar baru. Sudah banyak bukti akan resistensi konsumen terhadap produk-produk yang tidak comply pada aturan dan tidak tanggap terhadap isu sosial dan lingkungan.
6.      Mereduksi biaya. Banyak contoh yang dapat menggambarkan keuntungan perusahaan yang didapat dari penghematan biaya yang merupakan buah dari implementasi dari penerapan program tanggung jawab sosialnya. Yang mudah dipahami adalah upaya untuk mereduksi limbah melalui proses recycle (daur ulang) ke dalam siklus produksi. Di samping mereduksi biaya, proses ini tentu juga mereduksi buangan ke luar sehingga menjadi lebih aman.
7.      Memperbaiki hubungan dengan stakeholders. Implementasi program Corporate Social Responsibility (CSR) tentunya akan menambah frekuensi komunikasi dengan stakeholders. Nuansa seperti itu dapat membentangkan karpet merah bagi terbentuknya trust kepada perusahaan.
8.      Memperbaiki hubungan dengan regulator. Perusahaan yang menerapkan program Corporate Social Responsibility (CSR) pada dasarnya merupakan upaya untuk meringankan beban pemerintah sebagai regulator. Sebab pemerintahlah yang menjadi penanggung jawab utama untuk mensejahterakan masyarakat dan melestarikan lingkungan. Tanpa bantuan dari perusahaan, umumnya terlalu berat bagi pemerintah untuk menanggung beban tersebut.
9.      Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan. Kesejahteraan yang diberikan para pelaku Corporate Social Responsibility (CSR) umumnya sudah jauh melebihi standar normatif kewajiban yang dibebankan kepada perusahaan. Oleh karenanya wajar bila karyawan menjadi terpacu untuk meningkatkan kinerjanya. Di samping itu reputasi perusahaan yang baik di mata stakeholders juga merupakan vitamin tersendiri bagi karyawan untuk meningkatkan motivasi dalam berkarya.
10.  Peluang mendapatkan penghargaan. Banyak reward ditawarkan bagi penggiat Corporate Social Responsibility (CSR). Sehingga kesempatan untuk mendapatkan penghargaan mempunyai kans yang cukup tinggi. Konsep piramida Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikembangkan Archie B. Carrol memberi justifikasi teoritis dan logis mengapa sebuah perusahaan perlu menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR) bagi masyarakat di sekitarnya. Dalam pandangan Carrol, Corporate Social Responsibility (CSR) adalah puncak piramida yang erat terkait, dan bahkan identik dengan tanggung jawab filantropis.
11.  Tanggung jawab ekonomi. Kata kuncinya adalah: make a profit. Motif utama perusahaan adalah menghasilkan laba. Laba adalah fondasi perusahaan. Perusahaan harus memiliki nilai tambah ekonomi sebagai prasyarat agar perusahaan dapat terus hidup (survive) dan berkembang. Tanggung jawab ekonomi adalah memperoleh laba, sebuah tanggung jawab agar dapat menghidupi karyawan, membayar pajak dan kewajiban-kewajiban perusahaan lainnya. Tanpa laba perusahaan tidak akan eksis, tidak dapat member kontribusi apapun terhadap masyarakat.
12.  Tanggung jawab legal. Kata kuncinya: obey the law. Perusahaan harus taat hukum. Dalam proses mencari laba, perusahaan tidak boleh melanggar kebijakan dan hukum yang telah ditetapkan pemerintah. Sebagai perwujudan dari tanggung jawab sosial perusahaan di bidang hukum perusahaan mesti mematuhi hukum yang berlaku sebagai representasi dari rule of the game.
13.  Tanggung jawab etis. Perusahaan memiliki kewajiban untuk menjalankan praktik bisnis yang baik, benar, adil dan fair. Norma-norma masyarakat perlu menjadi rujukan bagi perilaku organisasi perusahaan. Kata kuncinya: be ethical. Tanggung jawab sosial juga harus tercermin dari perilaku etis perusahaan.
14.  Tanggung jawab filantropis. Selain perusahaan harus memperoleh laba, taat hukum dan berperilaku etis, perusahaan dituntut agar dapat member kontribusi yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas kehidupan semua. Kata kuncinya: be a good citizen. Para pemilik dan pegawai yang bekerja di perusahaan memiliki tanggung jawab ganda, yakni kepada perusahaan dan kepada publik yang kini dikenal dengan istilah nonfinanciary responsibility.
Lebih lanjut berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bussiness for Social Responsibility, adapun manfaat yang dapat diperoleh suatu perusahaan yang mengimplementasikan CSR antara lain:
1.      Peningkatan penjualan dan pangsa pasar (Increased sales and market share)
2.      Memperkuat posisi nama atau merek dagang (Strengthened and brand positioning)
3.      Meningkatkan citra dan pengaruh perusahaan (Enchanced Corporate Image and Clout)
4.      Meningkatkan kemampuan untuk menarik, motivasi dan mempertahankan karyawan (Increased ability to attract, motivate, and retain employes)
5.      Menurunkan biaya operasional perusahaan (Decreasing operating cost)
6.      Meningkatkan daya tarik bagi investor dan analisis keuangan (Increased appeal to investors and financial analysts).

B.     Alasan Perusahaan Menggunakan CSR
Pelaksanaan CSR merupakan bagian dari GCG bahwa intinya GCG merupakan suatu sistem, dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan yang menggambarkan 5 (lima) prinsip GCG tersebut yang disingkat dengan TARIF, yaitu sebagai berikut:
a.       Transparency
Pada prinsipnya suatu perusahaan dituntut untuk menyediakaan informasi yang cukup, tepat waktu, akurat, kepada setiap pemegang saham dan pihak-pihak yang berkepentingan.
b.      Accountability
Adanya kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban elemen perusahaan. Apabila prinsip ini diterapkan secara efektif, maka akan ada kejelasan akan fungsi, hak, kewajiban, dan wewenang serta tanggung jawab antara pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi.
c.       Responsibility (pertanggungjawaban)
Pertanggungjawaban perusahaan adalah kepatuhan perusahaan terhadap peraturan yang berlaku, diantaranya termasuk masalah pajak, hubungan industrial, kesehatan dan keselamatan kerja, perlindungan lingkungan hidup, memelihara lingkungan bisnis yang kondusif bersama masyarakat dan sebagainya. Dengan penerapan prinsip ini diharapkan perusahaan tidak hanya mementingkan kegiatan operasional perusahaan tetapi juga lingkungan sekitar perusahaan. Dengan kata lain perusahaan tidak hanya melakukan kepentingan shareholders (pemegang saham) tetapi juga stakeholders (pemangku kepentingan).
d.      Independency (kemandirian)
Intinya prinsip ini mensyaratkan agar perusahaan dikelola secara profesional tanpa adanya campur tangan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e.       Fairness (kesetaraan dan kewajaran)
Menuntut adanya perlakuan yang adil dalam memenuhi hak stakeholders (pemangku kepentingan) dan shareholders (pemegang saham) sesuai dengan peraturan yang berlaku. Diharapkan juga prinsip ini dapat sebagai alat monitor berbagai kepentingan di dalam perusahaan. Tata kelola perusahaan yang baik (GCG) sangat diperlukan dalam menerapkan etika bisnis di dalam perusahaan. Prinsip responsibility yang terdapat di dalam GCG merupakan prinsip yang sangat berhubungan erat dengan CSR.

Salah satu dari empat prinsip GCG adalah prinsip responsibility (pertanggung jawaban). Ada perbedaan yang cukup mendasar antara prinsip responsibility dan tiga prinsip GCG lainnya. Tiga prinsip GCG pertama lebih memberikan penekanan terhadap kepentingan pemegang saham perusahaan (shareholders) sehingga ketiga prinsip tersebut lebih mencerminkan shareholders-driven concept. Contohnya, perlakuan yang adil terhadap pemegang saham minoritas (fairness), penyajian laporan keuangan yang akurat dan tepat waktu (transparency), dan fungsi dan kewenangan RUPS, komisaris, dan direksi (accountability).
Dalam pembahasan berikutnya agar lebih mudah untuk mengetahui seberapa jauh jalan pengaturan CSR yang berlaku dalam sebuah perusahaan serta pengimplementasian yang dilakukan perusahaan untuk dapat mempertahankan eksistensi perusahaan di tengah tengah masyarakat. Berikut akan kami paparkan pengaturan CSR yang dilakukan oleh salah satu perusahaan besar yaitu PT. FreePort Indonesia yang mereka jalankan untuk mempertahankan keberlangsungan pertumbuhan perushaan.




PT. FREEPORT INDONESIA

Sejarah Perkembangan Perusahaan:
Jika kita menengok ke belakang pada saat awal mula PT Freeport Indonesia berdiri, sesungguhnya terdapat kisah perjalanan yang unik untuk diketahui. Pada tahun 1904-1905 suatu lembaga swasta dari Belanda Koninklijke Nederlandsche Aardrijkskundig Genootschap (KNAG) yakni Lembaga Geografi Kerajaan Belanda, menyelenggarakan suatu ekspedisi ke Papua Barat Daya yang tujuan utamanya adalah mengunjungi Pegunungan Salju yang konon kabarnya ada di Tanah Papua.
Catatan pertama tentang pegunungan salju ini adalah dari Kapten Johan Carstensz yang dalam perjalanan dengan dua kapalnya Aernem dan Pera ke “selatan” pada tahun 1623 di perairan sebelah selatan Tanah Papua, tiba-tiba jauh di - pedalaman melihat kilauan salju dan mencatat di dalam buku hariannya pada tanggal 16 Februari 1623 tentang suatu pegungungan yang “teramat tingginya” yang pada bagian-bagiannya tertutup oleh salju. –Catatan Carsztensz ini menjadi cemoohan kawan-kawannya yang menganggap Carstensz hanya berkhayal.
Walaupun ekspedisi pertama KNAG tersebut tidak berhasil menemukan gunung es yang disebut-sebut dalam catatan harian Kapten Carstensz, inilah cikal bakal perhatian besar Belanda terhadap daerah Papua. Peta wilayah Papua pertama kali dibuat dari hasil ekspedisi militer ke daerah ini pada tahun 1907 hingga 1915. Ekspedisi-ekspedisi militer ini kemudian membangkitkan hasrat para ilmuwan sipil untuk mendaki dan mencapai pegunungan salju.
Beberapa ekspedisi Belanda yang terkenal dipimpin oleh Dr. HA.Lorentz dan Kapten A. Franzen Henderschee. Semua dilakukan dengan sasaran untuk mencapai puncak Wilhelmina (Puncak Sudirman sekarang) pada ketinggian 4,750 meter. Nama Lorentz belakangan diabadikan untuk nama Taman Nasional Lorentz di wilayah suku Asmat di pantai selatan.
Pada pertengahan tahun tiga puluhan, dua pemuda Belanda Colijn dan Dozy, keduanya adalah pegawai perusahaan minyak NNGPM yang merencanakan pelaksanaan cita-cita mereka untuk mencapai puncak Cartensz. Petualangan mereka kemudian menjadi langkah pertama bagi pembukaan pertambangan di Tanah Papua empat puluh tahun kemudian.
Pada tahun 1936, Jean Jacques Dozy menemukan cadangan Ertsberg atau disebut gunung bijih, lalu data mengenai batuan ini dibawa ke Belanda. Setelah sekian lama bertemulah seorang Jan Van Gruisen – Managing Director perusahaan Oost Maatchappij, yang mengeksploitasi batu bara di Kalimantan Timur dan Sulawesi Tengggara dengan kawan lamanya Forbes Wilson, seorang kepala eksplorasi pada perusahaan Freeport Sulphur Company yang operasi utamanya ketika itu adalah menambang belerang di bawah dasar laut. Kemudian Van Gruisen berhasil meyakinkan Wilson untuk mendanai ekspedisi ke gunung bijih serta mengambil contoh bebatuan dan menganalisanya serta melakukan penilaian.
Pasca kepemimpinan Presiden Soekarno, di awal periode pemerintahan Soeharto, pemerintah mengambil kebijakan untuk segera melakukan berbagai langkah nyata demi meningkatkan pembanguan ekonomi. Namun dengan kondisi ekonomi nasional yang terbatas setelah penggantian kekuasaan, pemerintah segera mengambil langkah strategis dengan mengeluarkan Undang-undang Modal Asing (UU No. 1 Tahun 1967).
Pimpinan tertinggi Freeport di masa itu yang bernama Langbourne Williams melihat peluang untuk meneruskan proyek Ertsberg. Beliau bertemu Julius Tahija yang pada zaman Presiden Soekarno memimpin perusahaan Texaco dan dilanjutkan pertemuan dengan Jendral Ibnu Sutowo, yang pada saat itu menjabat sebagai Menteri Pertambangan dan Perminyakan Indonesia. Inti dalam pertemuan tersebut adalah permohonan agar Freeport dapat meneruskan proyek Ertsberg. Akhirnya dari hasil pertemuan demi pertemuan yang panjang Freeport mendapatkan izin dari pemerintah untuk meneruskan proyek tersebut pada tahun 1967. Itulah Kontrak Karya Pertama Freeport (KK-I). Kontrak karya tersebut merupakan bahan promosi yang dibawa Julius Tahija untuk memperkenalkan Indonesia ke luar negeri dan misi pertamanya adalah mempromosikan Kebijakan Penanaman Modal Asing ke Australia.
Sebelum 1967 wilayah Timika adalah hutan belantara. Pada awal Freeport mulai beroperasi, banyak penduduk yang pada awalnya berpencar-pencar mulai masuk ke wilayah sekitar tambang Freeport sehingga pertumbuhan penduduk di Timika meningkat. Tahun 1970 pemerintah dan Freeport secara bersama-sama membangun rumah-rumah penduduk yang layak di jalan Kamuki. Kemudian dibangun juga perumahan penduduk di sekitar selatan Bandar Udara yang sekarang menjadi Kota Timika.
Di tahun 1971 Freeport membangun Bandar Udara Timika dan pusat perbekalan, kemudian juga membangun jalan-jalan utama sebagai akses ke tambang dan juga jalan-jalan di daerah terpencil sebagai akses ke desa-desa Tahun 1972, Presiden Soeharto menamakan kota yang dibangun secara bertahap oleh Freeport tersebut dengan nama Tembagapura. Pada tahun 1973 Freeport menunjuk kepala perwakilannya untuk Indonesia sekaligus sebagai presiden direktur pertama Freeport Indonesia. Adalah Ali Budiarjo, yang mempunyai latar belakang pernah menjabat Sekretaris Pertahanan dan Direktur Pembangunan Nasional pada tahun 1950-an, suami dari Miriam Budiarjo yang juga berperan dalam beberapa perundingan kemerdekaan Indonesia, sebagai sekretaris delegasi Perundingan Linggarjati dan anggota delegasi dalam perjanjian Renville.

Pengaturan Kebijakan PT. Freeport
Berikut beberapa paparan Kebijakan perusahaan PT. Freeport yang mereka terapkan dalam keberlangsungan bisnis perusahaan, diantaranya :
A.    Pengaturan Kebijakan Tenaga Kerja PTFI
Adapun butir mengenai Pengaturan Kebijakan tenaga kerja PTFI yang mereka terapkan, adalah Sebagai berikut:
1.                  Memberikan kesempatan bekerja yang sama kepada seluruh masyarakat.
2.                  PT Freeport Indonesia juga menjunjung tinggi hak pekerja sesuai dengan hukum yang berlaku di Indonesia.
3.                  PTFI juga memiliki komitmen untuk melindungi hak asasi manusia dan sudah secara tegas memberlakukan dan menegakkan kebijakan hak asasi manusia di dalam perusahaan.
4.                  PTFI memiliki Komitmen dan Kebijakan yang kuat dan tegas terhadap Hak Asasi Manusia. Komitmen untuk menyediakan peluang bagi pembangunan sosial, pendidikan, dan ekonomi yang dinyatakan melalui peraturan ketenagakerjaan sosial dan kebijakan Hak Asasi Manusia.
5.                  PTFI berkomit untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan menjadikan “Keselamatan sebagai budaya” dalam organisasi PTFI. 
6.                  Perusahaan memberikan kesempatan bagi program pengembangan karyawan sesuai dengan kemampuannya untuk menduduki tingkatan-tingkatan tertentu.
7.                  Memperkerjakan tenaga kerja perusahaan asli Warga Papua. Jumlah karyawan hingga tahun 2010 telah mencapai sekitar 22.000 orang, dimana 30% nya adalah karyawan asli Papua
B.     Kebijakan Pengaturan Koorporasi mengenai HAM
Kebijakan korporasi tentang HAM yang terbaru telah disetujui oleh Dewan Komisaris Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc. pada tanggal 3 Februari 2009. Kebijakan tersebut menjabarkan standar perusahaan terkait HAM, juga akuntabilitas masing-masing lokasi operasi. Kebijakan tersebut mewajibkan hal-hal sebagai berikut:
·         Penetapan pedoman dan prosedur setempat yang konsisten dengan kebijakan korporasi, undang-undang dan peraturan negara yang bersangkutan, dan Asas-asas Sukarela serta Asas Pembangunan Berkelanjutan ICMM;
·         Penerapan program dan struktur manajemen yang efektif untuk ketaatan, kemajuan, pendidikan, pelatihan, pelaporan dan penanggapan permasalahan HAM serta evaluasi berkesinambungan terhadap program-program tersebut;
·         Pembuatan pernyataan secara berkala dari setiap personel terkait ketaatannya terhadap kebijakan tersebut; dan
·         Implementasi kebijakan tersebut atau perangkat pedoman dan prosedur yang serupa oleh kontraktor dan perusahaan pemasok
C.    Pengaturan Kebijakan Lingkungan Perusahaan
1.    Freeport Indonesia berkomitmen untuk mengelola dan meminimalkan dampak dari operasi-operasi perusahaan terhadap lingkungan sekitar, melindungi dan meningkatkan mutu lingkungan, dan secara terus-menerus meningkatkan  kinerja.
2.    Sebagai bagian dari Kebijakan Lingkungan, perusahaan menerapkan strategi-strategi pengelolaan risiko berdasarkan data yang sahih dan ilmu pengetahuan yang mumpuni.
3.    dalam Kebijakan Lingkungan Perusahaan untuk pengelolaan keanekaragaman terlibat dalam kegiatan konservasi flora dan fauna endemik Papua dengan melepasliarkan 1.354 labi-labi (kura-kura) moncong babi ke habitat asalnya di area Taman Nasional Lorentz.
Keterkaitan Kebijakan Pt. Freeport berpengaruh besar terhadap meningkatnya siklus perekonomian masyarakat sekitar. Diantaranya:
a.        perusahaan sebagai pengelola bisnis merekrut masyarakat asli papua. Terbukti Sejak tahun 1996 perusahaan telah menggandakan jumlah karyawan Papua. Dalam 10 tahun, jumlah karyawan Papua di tingkat staff meningkat 4 kali lipat, jumlah staf karyawan Papua di tingkat supervisor 6x lipat.
b.      Karyawan Papua memegang fungsi strategis manajemen di PTFI: 5 Vice President dan 74 Jajaran Manajerial.
c.       Pada tahun 2003 dibangun Institut Pertambangan Nemangkawi (IPN) untuk memberikan kesempatan mengembangan pengetahuan, keterampilan dan sikap maupun perilaku yang profesional di bidang operasi dan penunjangnya. Program magang 3 tahun dengan 4 bulan masa belajar off job dan 8 bulan on job.
d.      Meningkatkan karyawan staff wanita di PTFI dan kontraktor: 12% tahun 2003 dan meningkat menjadi 14,4% di tahun 2011














Model Pelaksanaan CSR Dalam Perusahaan Pt. Freeport Indonesia
            Pelaksanaan CSR Pt. Freeport Indonesia digalakan guna dapat menciptakan lingkungan bisnis yang bersinergi dengan masyarakat sekitar, membangun kepekaan sosial perusahaan terhadap permasalahan sekitar hingga sigap dalam mengatasinya. Serta dapat mempertahankan keberlangsungan tumbuhnya perusahaan dan eksistensi perusahaan dapat diakui dan diterima secara baik oleh masyarakat. Berikut akan coba kami paparkan model pelaksanaan CSR :
1.      Keterlibatan Langsung
-            Budaya dan Agama :
Dalam bidang budaya, PTFI melakukan promosi kebudayaan lokal agar ciri khas dan khazanah budaya suku asli tetap terpelihara seiring dengan pembangunan yang berlangsung. Promosi yang dilakukan ini meliputi promosi ke dalam dan promosi ke luar. Promosi ke dalam diperlukan agar masyarakat lokal tetap memahami budayanya meskipun hidup dan tinggal dan bersinggungan dengan berbagai macam budaya dari luar. Sedangkan promosi ke luar bertujuan agar masyarakat luas dapat mengenal corak kebudayaan lokal dari Kabupaten Mimika.
-            Keanekaragaman Hayati :
Wilayah projek PTFI mencakup lahan seluas 292.000 hektar di Provinsi Papua, Indonesia. Sekitar 26.000 hektar (9% dari seluruh wilayah kontrak) digunakan untuk kegiatan produksi dan ekstraksi mineral. Seluruh kawasan Selatan Papua menunjukkan tingkat endemis tinggi dan memiliki tingkat keanekaragaman hayati tertinggi di Asia Tenggara. Freeport Indonesia telah melakukan banyak studi keanekaragaman hayati, di samping mendukung para peneliti pihak ketiga dan program pendidikan masyarakat; kami juga membantu membangun basis pengetahuan yang diperlukan untuk pengelolaan jangka panjang taman nasional.  Freeport Indonesia terus menjalankan program pemantauan lingkungan yang mencakup survei flora dan fauna secara ekstensif di dalam berbagai rentang habitat berbeda. Lebih lanjut, sebuah prosedur baku pengoperasian (SOP) untuk pengelolaan keanekaragaman hayati sedang dikembangkan. Sebagai bentuk peran aktif dalam Keanekaragaman Hayati maupun komitmen PTFI untuk terlibat dalam kegiatan konservasi flora dan fauna endemik Papua.
     Perusahaan telah menjalankan, memfasilitasi, dan mendukung banyak studi ekologi dan keanekaragaman hayati untuk memfasilitasi pengelolaan keanekaragaman hayati yang efektif. Studi-studi keanekaragaman hayati ini, dilakukan bersama-sama para pakar Indonesia maupun internasional, mencakup survei vegetasi, etnobotani, tumbuhan obat, mamalia, burung, kupu-kupu, amfibi, reptil, ikan, tanah, fauna, serta serangga air dan daratan. Informasi yang tersedia mengindikasikan kemungkinan 50 spesies termasuk Daftar Merah Spesies Terancam dari International Union for Conservation of Nature (IUCN/ Badan Konservasi Alam Dunia); dan sebagian masih dalam tahap pengembangan.


-            Pendidikan Lingkungan:
Perusahaan melaksanakan Program Pendidikan Lingkungan di sekolah-sekolah di dekat areal Freeport Indonesia. Freeport Indonesia telah membantu dalam pengembangan kurikulumnya.
-            Reklemasi dan Vegetasi
Freeport Indonesia menanam ratusan ribu pohon bakau di sini, mempekerjakan kontraktor-kontraktor yang berasal dari masyarakat Kamoro, pemukim asli dataran rendah. Pemantauan terhadap proyek tersebut memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan dan daya tahan hidup bibit yang ditanam serupa dengan yang dilaporkan untuk program kolonisasi di seluruh dunia.
2.      Melalui Yayasan
-            Pengembangan Infrastruktur
PT Freeport Indonesia (PTFI) telah mendukung pengembangan infrastruktur dasar di Kabupaten Mimika yang bisa memberikan dampak bagi peningkatan kualitas hidup masyarakat lokal. Berbagai sarana dan prasarana yang telah dibangun di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi dan sarana umum tersebut ditujukan untuk mendukung akses pelayanan dasar yang layak bagi masyarakat, mempercepat proses penyerapan manfaat kegiatan pengembangan masyarakat, serta untuk mendukung keberlanjutan dari manfaat program tersebut bagi masyarakat lokal. Pembangunan infrastruktur tersebut dilakukan di dataran tinggi maupun di dataran rendah.

-          Program Ekonomi
Program Pembinaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (PP-UMKM) dan Dana Bergulir bertujuan untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan ekonomi masyarakat lokal dengan memberikan pembinaan dan pendampingan kepada pengusaha-pengusaha Papua yang berpotensi. Program ini diharapakan dapat meningkatkan perekonomian lokal dan taraf hidup masyarakat secara berkelanjutan serta meningkatkan kemampuan kompetisi pasar para pengusaha lokal.
3.      Bermitra Dengan Pihak Lain
-           Program Ekonomi
PTFI dan LPMAK terus menerus memacu pertumbuhan ekonomi untuk memberikan nilai tambah bagi masyarakat lokal melalui keunggulan kompetitif dari masing-masing daerah. Dalam melaksanakan peran itu, PTFI dan LPMAK juga turut mengajak pemangku kepentingan lainnya untuk dapat berperan serta dalam pengembangan daerah dan masyarakat di sektor ekonomi. Dalam pembangunan ini, PTFI dan LPMAK memberikan perhatian pada program perikanan, peternakan, pertanian, ketahananpangan, dukungan terhadap sistem ekonomi dan program ekonomi altenatif, serta kerjasama dengan pihak pihak lain.
-          Program Kesehatan
PTFI dan LPMAK turut serta secara aktif dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dengan membantu menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat. Selain itu, PTFI dan LPMAK juga ikut mendorong masyarakat agar mempraktekkan pola hidup bersih dan sehat. Fasilitas dan pelayanan kesehatan yang masih sangat terbatas juga mendorong PTFI dan LPMAK membangun Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) di dataran rendah dan Rumah Sakit Waa Banti (RSWB) di dataran Tinggi untuk membantu meningkatkan dan mempermudah akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
PTFI dan LPMAK juga melanjutkan kerjasama dengan mitra-mitranya dalam pengembangan dan pelaksanaan program kesehatan masyarakat yang difokuskan pada masalah kebersihan dan sanitasi; pengendalian infeksi dan penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS dan TB; masalah Kesehatan Ibu dan Anak; dan upaya-upaya untuk mengurangi penyakit menular seperti Malaria. Selain itu, LPMAK juga membantu beberapa kampung dalam hal mendapatkan akses ke air bersih.
-                 Fasilitas Air Bersih untuk Sekolah
Freeport Peduli, bekerja sama dengan Helping Hands, Jakarta Free Spirit, dan Aman Tirta, membantu siswa di Jakarta Utara dengan menyediakan fasilitas air bersih di sekolah mereka. Sebelumnya, pada 1 Maret 2009, Freeport Peduli juga mendukung “Run for H2O” yang diselenggarakan di Jakarta untuk mengumpulkan dana untuk membangun fasilitas air bersih ini. Helping Hands adalah suatu program pelayanan masyarakat yang dikelola oleh siswa SMA dari Jakarta International School, Jakarta Free Spirit merupakan organisasi pelari berbasis di Jakarta dan Aman Tirta adalah program kerja USAID
-          Pemulangan Kangguru Tanah
PT Freeport Indonesia pada tanggal 4 Juni 2007 bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan dan Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga memulangkan 17 ekor kangguru tanah (Thylogale brunii), hewan endemik Papua yang disita oleh pemerintah di sejumlah tempat di Pulau Jawa. Kangguru tanah yang dilepasliarkan di Taman Nasional Wasur, Merauke, Papua, kini telah berkembang biak.

3 komentar:

PROPOSAL PELATIHAN

            PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA       ” PELATIHAN PEMBUATAN BLOG PENDIDIKAN BAGI GURU-GURU DI KOTA BANGKALA...