Analisis Industri Televisi Lokal
Swasta Jawa Timur
(Aplikasi Pendekatan “Structure Conduct Performance” Dalam
Industri Televisi Swasta Lokal “TV9” Surabaya )
*Badrus Sholeh 2014
Based on
the findings and analysis of the data from the study titled Analysis of Local
Television Industry Private East Java (Application Approach "Structure
Conduct Performance" In Private Local Television Industry "TV9"
Surabaya) it can be concluded that the economic structure of oligopoly behavior
TV9 is no possibility of increasing profits premises the presence of
advertising, and inefficient performance. Then in terms of the political
economy of the media can be concluded that the media as an institution centered
on the issue of market exchange where individuals as consumers have the freedom
to choose the commodities that are competing based on the satisfaction of the
benefits being offered. The larger the market forces play a role, the greater
the freedom of consumers to make their choice.
Pendahuluan
Televisi telah membawa dampak yang besar bagi umat manusia.
Televisi menyampaikan berbagai informasi, pesan-pesan dengan sangat cepat
sampai ke khalayak pemirsa. Kelebihan televisi bersifat audio visual. Kelebihan
lainnya adalah televisi dapat menyajikan siaran secara langsung (Live Broadcasting) pada waktu yang
bersamaan. Pemirsa terpaksa menerima apa saja yang disajikan oleh televisi.
Baik dalam bentuk berita, pendidikan, hiburan maupun iklan.
Peran media massa televisi sebagai media massa memiliki fungsi
komunikasi massa yaitu fungsi mendidik (to
educate), fungsi memberikan informasi (to
inform), menghibur (to entertain) termasuk
fungsi mempengaruhi (to persuade).
(Adi,2010:1)
Pesatnya pertumbuhan dan kecendrungan masa depan industri televisi
di indonesia, terutama dengan lahirnya banyak Stasiun Televisi Swasta Lokal di
daerah (Surabaya), menjanjikan banyak harapan. Harapan bukan hanya pada
pertumbuhan usaha di bidang televisi itu sendiri, melainkan yang tidak kalah
pentingnya adalah dampak positif dari hadirnya TV Lokal, seperti berkembangnya
kehidupan sosial, budaya dan politik serta ekonomi daerah yang tentu akan
bermuara kemajuan masyarakat daerah dan seterusnya.
Perkembangan pertelivisian nasional di Indonesia dimulai sejak
pemerintah membuka TVRI yang pada waktu itu merupakan satu-satunya stasiun
televisi bertaraf nasional di Indonesia. Baru kemudian pada tahun 1989 lahirlah
RCTI sebagai stasiun televisi swasta nasional pertama di Indonesia dan disusul
kemudian dengan SCTV, Indosiar, ANTV, dan TPI. Bahkan menjelang tahun 2000,
secara serentak telah mengudara lima stasiun televisi swasta baru, yaitu Metro,
Trans, TV7, Lativi, dan Global. Kemudian setelah undang-undang penyiaran
disahkan oleh pemerintah pada tahun 2002, jumlah televisi baru di Indonesia
diperkirakan akan terus bermunculan, khususnya didaerah. Terhitung sepuluh
stasiun televisi swasta nasional dan puluhan stasiun televisi swasta lokal
telah hadir ditengah masyarakat, belum lagi televisi berlangganan dan televisi
komunitas (Morisan,2008:10).
Kondisi ini lah yang semakin memicu iklim komersial di industri
media televisi. Hal ini mendorong media televisi bekerja lebih keras dalam
membuat suatu program yang kreatif dan inovatif, sehingga memiliki daya tarik
yang tinggi terhadap audiensnya. Bukan hanya dalam segi programnya saja, tapi
mereka para pelaku industri media
televisi telah bergabung menjadi sebuah group yang di kenal dengan sebutan
konglomerasi media, seperti yang di lakukan oleh beberapa stasiun televisi di
antaranya yaitu Tpi dan Global TV serta Rcti menjadi Mnc Group, Trans Tv dan
Trans 7 dibawah naungan Trans corp, dan lain sebagainya.
Industri media televisi, konglomerasi memiliki pengaruh yang cukup
kuat, antara lain ditunjukkan melalui pola-pola kerjasama yang dibangun dalam
struktur jaringan, sentralisasi sumber informasi dan distribusi, serta
homogenisasi sistem keagenan dalam jaringan distribusi dan sirkulasi. Pengaruh
konglomerasi tersebut pada akhirnya membentuk karakteristik media yang khas,
menunjukkan output produk media dalam struktur pasar oligopoli.( Iwan Awaluddin Yusuf: http://bincangmedia.wordpress.com/2011/10/13/analisis-industri-pers-pendekatan-s-c-p/ Posted on 13 October 2011).
Televis menjadi alat untuk menyiarkan informasi yang benar-benar
dibutuhkan oleh masyarakat. Informasi yang berkaitan dengan aspek sosial,
ekonomi, pendidikan, agama dan bidang yang lainnya. Aspek pendidikan yang
diinformasikan oleh media televisi, khususnya fungsi media yang kedua yaitu mendidik.
Fungsi yang kedua inilah yang
sebenarnya diemban oleh stasiun televisi swasta lokal surabaya, yaitu TV9.
TV9 dikelola oleh PT. Dakwah Inti Media adalah perusahaan yang dimiliki
organisasi sosial keagamaan Nahdlatul
Ulama (PWNU) Jawa Timur. TV9 telah memperoleh izin Tetap
Penyelenggaraan Penyiaran dari Menteri Komunikasi dan Informatika Republik
Indonesia tertanggal 23 Juli 2012 untuk melakukan siaran di kanal 42
sebagai lembaga penyiaran swasta di Surabaya Jawa Timur.
Ditengah
sistem komersial yang terjadi, banyak stasiun televisi berlomba dalam mencari audience oriented untuk survive mereka, namun TV9 lebih memilih
sistem dakwah dalam program-program siarannya yang lebih terarah pada segmen
oriented, TV9 menunjukkan eksistensinya dalam hal mendidik (educate) masyarakat keseluruhan
khususnya warga Nahdiyin untuk memahami lebih dalam Agama Islam (Ahlussunnah Wal Jama’ah).
Data
ini terlihat dari beberapa program TV9 seperti, Kiswah, Shallu Alan Nabi, apa
kata bu Nyai sebagai pilihan program siarannya. Selama 4 (empat) tahun
program-program tersebut menjadi pilihan atas pemirsanya. Mereka menyadari
bahwasanya masyarakat banyak yang sudah jenuh terhadap tayangan dari media
maenstrem. Banyak masyarakat urban pada waktu liburan bukan mencari hiburan
diluar, melainkan mencari hiburan dengan ziarah qubur sunan-sunan.
Masyarakat
Surabaya khususnya Warga Nahdiyyin mereka selalu mengkonsumsi pemikiran dan
budaya modern melalui stasiun televisi konvensional, sehingga para remaja saat
ini sudah lupa dengan eksistensi agama islam, dari situasi inilah TV9 mengemban
amanah untuk menyiarkan dakwah islami melalui media massa dengan menempuh jalan
mendirikan stasiun televisi dakwah.
Teori
struktur, perilaku, dan kinerja atau biasa disebut S-C-P (Structure-Conduct-Performance) (Scherer and Ross,1990:1), merupakan
tiga pilar utama yang dapat digunakan untuk melihat kondisi struktur dan
persaingan di dunia industri, termasuk pasar media massa. Struktur pasar media
yang kepemilikannya terkonsentrasi, sebagaimana indikasi adanya konglomerasi
yang terjadi dalam peta persaingan pers daerah di Indonesia, dalam praktiknya
mempengaruhi perilaku perusahaan media yang secara bersama-sama menentukan
kinerja sistem pasar media di tanah air ini, termasuk di daerah (Surabaya) Jawa
Timur.
Tiga
kerangka analisis yang dapat menjelaskan berbagai sisi kerja bisnis industri
media televisi. Ketiga kerangka tersebut sekaligus merupakan indikator yang
cukup relevan untuk menilai karakteristik industri media televisi karena
menyajikan informasi pokok terkait dengan keunikan operasi bisnis media massa
televisi. Ketiga kerangka analisis yang dimaksud meliputi struktur ekonomi (structure), operasionalisasi perusahaan
(conduct), dan kinerja perusahaan (performance). (Scherer and Ross,1990:2)
Teori
S-C-P dalam penelitian ini diaplikasikan untuk memperoleh gambaran
analisis organisasi industri, karena adanya hipotesis yang menyatakan bahwa performance atau keberadaan pasar (atau
industri) dipengaruhi oleh perilaku perusahaan dalam pasar, sedangkan
perusahaan dipengaruhi pula oleh berbagai variabel yang membentuk struktur
pasar.
Kemudian
teori S-C-P ini dikaitkan dengan pendekatan ekonomi politik media dengan
menggunakan teori Komodifikasi, Spasialisasi. Agar dapat mengangkat lebih dalam
fenomina-fenomina yang terjadi pada satasiun TV9.
Dari paparan latar
belakang di atas penelitian mengenai struktur, prilaku, kinerja industri media
televisi adalah hal yeng menarik untuk dilakukan. Mengingat kelebihan televisi
yang bisa menghegemoni masyarakat luas, termasuk TV9 yang sudah tersegmen.
Structrure, Conduct, Performance dikaitkan dengan Komodifikasi dan Spasialisasi (Analisis
Program Kiswah TV9 Surabaya).
Kiswah tampil apa adanya. Karena kiswah adalah potret
pengajian rutin atau pengajian hari
besar yang biasa digelar oleh masyarakat santri
dan kalangan Nahdliyin. Beberapa televisi lokal mencoba untuk meng-copy konsepsi ini. Namun karena tidak memahami prinsip
dasar dakwah sebagaimana prinsip yang dipakai TV9, maka acara turunan tersebut
tak menemukan substansi dakwahnya.
Dalam mengembangkan program Kiswah, TV9 menggunakan konsep
dasar para mubllaigh NU yang menjalankan dakwahnya dengan cara menghibur dan
nyaman. TV9 menyebutnya sebagai Konsepsi Entertained
Dakwah. Konsep ini berbeda dengan Dakwah
Entertainment, dimana dakwah hanya digunakan sebagai tema dari konsep
hiburan yang sudah disiapkan oleh stasiun televisi. Dengan kata lain, dakwah
hanya sebagai konten untuk momentum tertentu sebagaimana ramadhan, idul fitri
atau momen religi yang ada. Inilah yang terjadi pada Stasiun Televisi
mainstream yang ada, sehingga menemui program tayangan Ramadhan di TV tersebut,
justru bertentangan dengan substansi pesan Ramadhan yang seharusnya diusung dan
disebarluaskan.
Sebaliknya Entertained
Dakwah, menjadikan dakwah sebagai substansi. Hiburan adalah cara, metode
dan strategi agar dakwah sampai pada kalbu dan laku masyarakat audiens.
Bukankah hal ini yang dilakukan para kyai ketika sedang berdakwah. Humor,
cerita lucu, ibarat, lagu, syi’ir atau aktivitas lain yang memancing tawa dan
gembira adalah sekadar cara memahamkan masyarakat terhadap pesan dakwah yang
sebenarnya sangat dalam dan padat. Kyai dan para wali dalam berdakwah lebih
memilih menyederhanakan pesan agama menjadi sebuah paket yang mudah dipahami
dan dilaksanakan di masyarakat.
Konsepsi Entertained dakwah pula yang digunakan oleh Habib
Syech bin Abdul Qodir Assegaf dalam menjalankan dakwah menyebar luaskan tradisi
bershalawat kepada anak muda dengan qashidah yang luwes, menghibur, asyik,
lebih gaul dan tidak terlalu banyak batasan sebagaimana dalam majlis shalawat
pada umumnya. Fenomena Habib Syech dengan para penggemarnya yang menamakan diri
sebagai Syechermania adalah bentuk lain dari dakwah yang dikemas secara
menghibur ala ulama’ terdahulu sebagaimana Sunan Kalijaga dengan Pagelaran
Wayang, dan seterusnya.
TV9 mencoba melakukan
proses resonansi strategi dakwah dengan jalur kultural semacam ini yang sudah
terbukti sukses di masa lalu. Di masa modern ini, Dakwah harus mampu memanfaatkan
potensi kekuatan Budaya Populer (Popular
Culture) yang kini masih digunakan untuk kepentingan misi sekuler. Berbeda
zaman, berbeda strategi. Maka TV9 menggunakan prinsip ini untuk mengupdate
strategi dakwah NU di era global ini.
TV9 mencoba menerapkan strategi ‘head to head’ yakni menabrakkan tayangan dakwah di jam sinetron
dengan harapan, mengambil sekian persen (walau kecil) para pemirsa untuk
melakukan channel switch dikala
program tayangan sinetron sedang dalam posisi commercial break atau iklan. Maka disiapkanlah beberapa tayangan
dakwah dengan fokus sasarannya adalah para pemirsa perempuan. Paket program itu
adalah Kiswah Female dengan menampilkan beberapa performer yang familiar dan
disukai kaum perempuan.
Strategi pertama adalah menampilkan para muballighah yang
sudah akrab bagi muslimat fatayat dikalangan NU sebagaimana Nyai Hj. Ucik Nur
Hidayati melalui program Apa Kata Bunyai. Bu Nyai asli Wonorejo, Pasuruan ini
sangat populer di kalangan muslimat-fatayat (sebutan untuk sub segmen perempuan
Nahdlatul Ulama), bahkan hingga berceramah diluar negeri sebagaimana Malaysia,
Brunai, Hongkong dan China. Nyai Ucik (juga sering dipanggil Ning Ucik) bahkan
telah ngetop sejak masih kuliah di IAIN Sunan Ampel Surabaya dan sudah mengisi
acara dakwah di Radio-Radio Surabaya di era 1980-1990an.
Daya tarik apa kata Bunyai, juga didukung dengan dihadirkan
penonton di studio berasal dari majlis taklim, komunitas muslimat dan fatayat
di berbagai tingkatan mulai cabang hingga ranting serta komunitas pengajian
ibu-ibu dan remaja putri lainnya. Data dari Produser Program ‘Apa Kata Bunyai’,
untuk bisa mendapat giliran tampil sebagai jama’ah dalam program ini mereka
harus rela ngantre hingga 2-3 bulan. Belum lagi, tayangan ini disiarkan secara
live dan benar-benar ditunggu jam tayangnya.
Selain menampilkan
Performer Perempuan, TV9 juga mencoba menampilkan para kyai yang memiliki
popularitas di kalangan perempuan sebagaimana KH. Husein Rifai, seorang Dai
Kondang jebolan Pondok Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan Jombang yang kini
mengasuh Pondok Pesantren Jabal Noor Sepanjang Sidoarjo. Popularitas Kyai
Husein Rifai utamanya terletak pada kualitas suara saat membacakan ayat Al
Qur’an disela uraian ceramahnya yang tergolong lugas dan menghibur. Kyai Husein
Rifai memiliki tempat tersendiri bagi para pemirsa perempuan yang diharapkan
bisa mengimbangi dan bahkan menetralisir kegandrungan mereka pada sinetron.
Proses
Komodifikasi dan Spasialisasi TV9
Pendapat Mosco tentang ekonomi
politik dapat dipahami secara lebih sederhana, yaitu hubungan kekuasaan
(politik) dalam sumber-sumber ekonomi yang ada di masyarakat. Bila seseorang
atau sekelompok orang dapat mengontrol masyarakat berarti dia berkuasa secara de facto, walaupun de jure tidak memegang kekuasaan sebagai eksekutif, legislatif
maupun yudikatif. Pandangan Mosco tentang penguasa lebih ditekankan pada
penguasa dalam arti de facto, yaitu
orang atau kelompok orang yang mengendalikan kehidupan masyarakat. Sedangkan
dasar dari kehidupan sosial adalah ekonomi. Maka pendekatan ekonomi politik
merupakan cara pandang yang dapat membongkar dasar atas sesuatu masalah yang
tampak pada permukaan.
Untuk memahami bagaimana penerapan
pendekatan ekonomi politik digunakan dalam studi media massa, ada tiga konsep
awal yang harus dipahami, yaitu:
- Komodifikasi adalah segala
sesuatu dikomoditaskan (dianggap barang dagangan);
- Spasialisasi adalah proses mengatasi
hambatan jarak dan waktu dalam kehidupan sosial.
1. Komodifikasi adalah upaya mengubah apapun menjadi komoditas
atau barang dagangan sebagai alat mendapatkan keuntungan. Tiga hal yang saling
terkait adalah: Isi media, jumlah audience dan iklan. Berita atau isi media
adalah komoditas untuk menaikkan jumlah audiencee. Jumlah audience juga
merupakan komoditas yang dapat dijual pada pengiklan. Uang yang masuk merupakan
profit dan dapat digunakan untuk ekspansi media. Ekspansi media menghasilkan
kekuatan yang lebih besar lagi dalam mengendalikan masyarakat melalui
sumber-sumber produksi media berupa teknologi, jaringan dan lainnya. Selain itu
tentunya profit bagi pengusaha.
Komodifikasi berkaitan
dengan proses transformasi barang dan jasa dari nilai gunanya menjadi komoditas
yang berorientasi pada nilai tukarnya di pasar. Proses transformasi dari nilai
guna menjadi nilai tukar, dalam media massa selalu melibatkan para awak media,
khalayak pembaca, pasar, dan negara apabila masing-masing di antaranya mempunyai
kepentingan (Mosco, 1996). Dengan demikian para produser media mengubahnya
menjadi sesuatu yang layak untuk dipasarkan, seperti halnya program acara
Kiswah (Kajian Islam Ahlus Sunnah Wal Jama”ah) menjadi barang komersial oleh
perusahaan penyiaran.
Untuk mengkaji lebih dalam lagi
proses komodifikasi yang dilakukan oleh TV9, perlu kiranya menelisik
komodifikasi lebih spesifik lagi, yaitu komodifikasi audien, komodifikasi isi
dan komodifikasi pekerja.
a)
Komodifikasi Audiens.
Audiens dijadikan komoditi para media untuk mendapatkan iklan dan
pemasukan. Kasarnya media biasanya menjual rating atau share kepada advertiser
untuk dapat menggunakan air time atau waktu tayang. Dalam hal ini Seperti
program acara KISWAH Gus Ali, Apa Kata Bunyai bersama Nyai Ucik Nur Hidayati.
Untuk kota Surabaya, pemirsa TV9 bisa mencapai 203.864 jiwa dari total
2.548.304 penduduk. Sedangkan di Sidoarjo mencapai 142.236 viewers dari
1.777.947 penduduk. Dengan potensi tersebut, maka TV9 bisa dikatakan sebagai
televisi yang memiliki basis pemirsa yang paling kuat di antara stasiun
televisi yang ada.
TV9 juga menggunakan konsepsi entertained dakwah yang digunakan
oleh Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf dalam menjalankan dakwah
menyebarluaskan tradisi bershalawat kepada anak muda dengan qashidah yang
luwes, menghibur, asyik, lebih gaul dan tidak terlalu banyak batasan
sebagaimana dalam majlis shalawat pada umumnya.
Fenomena Habib Syech dengan para penggemarnya yang menamakan diri
sebagai Syechermania adalah bentuk
lain dari dakwah yang dikemas secara menghibur ala ulama’ terdahulu sebagaimana
Sunan Kalijaga dengan Pagelaran Wayang, dan seterusnya. Semua ini dibuat atas
dasar segmen yang sudah ada yaitu warga NU dan Muslimah Fatayat NU, untuk
muslimah fatayat NU mereka rela menunggu 2-3 minggu untuk hadir dan menonton
langsung acara Apa Kata Bu Nyai yang dipandu oleh Ibu Nyai Ucik Nur Hidayati,
dengan format pengajian wanita, dengan jamaah dan presenter untuk membahas dan
mengkaji permasalahan yang sering timbul di lingkungan kehidupan masyarakat.
Cara Nyai Ucik membawakan materi, sangat khas para Ibu nyai pesantren, lengkap
dengan selingan humor dan lantunan shalawat dan nyanyian keagamaan.
b)
Komodifikasi Konten.
Konten media dibuat sedemikian rupa sehingga agar benar-benar
menjadi kesukaan publik meski hal itu bukanlah fakta dan kebutuhan publik. Pengesahan segala cara
dilakukan demi mendapat perhatian audiens yang tinggi. Hal ini terbukti program acara Kiswah Gus
Ali, Apa Kata Bunyai bersama Nyai Ucik Nur Hidayati, mampu menyedot perhatian
masyarakat. Untuk kota Surabaya, pemirsanya bisa mencapai 203.864 jiwa dari
total 2.548.304 penduduk, sedangkan di Sidoarjo mencapai 142.236 viewers dari
1.777.947 penduduk. Ini akan menimbulkan efek terhadap pengelola media, yaitu
bisa menyedot perhatian pengiklan untuk memasang iklan terhadap acara tersebut.
Kemudian TV9 menjadikan konsep dakwah berkonsepsi entertained
dakwah, terbukti dengan adanya program Kiswah dengan karakter seorang muballigh
yang lucu, guyonan, keislaman, dan dalam konsep islam yang Ahlus Sunnah Wal
Jama’ah. Konsepsi entertained dakwah pula yang digunakan oleh Habib Syech bin
Abdul Qodir Assegaf dalam menjalankan dakwah dan menyebarluaskan tradisi
bershalawat kepada anak muda dengan qashidah, asyik, lebih gaul dan tidak
terlalu banyak batasan seperti majelis shalawat pada umumnya.
c)
Komodifikasi Pekerja.
Seperti yang sudah digambarkan sebelumnya, pekerja merupakan
penggerak kegiatan produksi. Bukan hanya produksi sebenarnya, tapi juga
distribusi. Pemanfaatan tenaga dan pikiran mereka secara optimal dengan cara
mengkonstruksi pikiran mereka tentang bagaimana menyenangkannya jika bekerja
dalam sebuah institusi media massa, walaupun dengan upah yang tak seharusnya.
Tagline Santun Menyejukkan adalah Jati Diri. Seluruh program
tayangan harus mengacu kepada prinsip ini. Demikian pula dengan perilaku
pimpinan dan karyawan pun tak boleh keluar dari garis ini. Santun adalah
akhlaqul karimah (etika mulia) yang menjadi misi diutusnya Nabi Muhammad SAW ke
dunia ini. Menyejukkan adalah karakter para ulama’ salafus-shalihin dalam
berdakwah dan menyebarkan kebenaran dengan kesabaran dan kesejukan.
2. Spasialisasi adalah cara-cara mengatasi hambatan jarak dan
waktu dalam kehidupan sosial. Dengan kemajuan teknologi komunikasi, jarak dan
waktu bukan lagi hambatan dalam praktek ekonomi politik. Spasialisasi
berhubungan dengan proses pengatasan atau paling tepat dikatakan sebagai
transformasi batasan ruang dan waktu dalam kehidupan sosial. Dapat dikatakan
juga bahwa spasialisasi merupakan proses perpanjangan institusional media
melalui bentuk korporasi dan besarnya badan usaha media (Mosco, 1996).
Ukuran badan usaha media dapat bersifat horizontal maupun
vertikal. Horizontal artinya bahwa bentuk badan usaha media tersebut adalah
bentuk-bentuk konglomerasi, monopoli. Proses spasialisasi yang bersifat
vertikal adalah proses integrasi antara induk perusahaan dan anak perusahaannya
yang dilakukan dalam satu garis bisnis untuk memperoleh sinergi, terutama untuk
memperoleh kontrol dalam produksi media.
Dalam rangka menunjang penyiaran dan kenyamanan khalayak ramai TV9
sudah menggunakan tehnologi yang berbasi IT dan penggunaan internet dan
satelit, di antranya yaitu menggunakan acount jejaring sosial seperti facebook
(https://www.facebook.com/santun.menyejukkan) dan menggunakan Website (http://tv9.co.id/). Dan sekarang TV9 sudah
menggunakan streeming, Uc TV yang bekerja sama dengan Telkom, Big TV (TV Cable)
semua ini dalam rangka memudahkan pemirsanya untuk mengakses program acara TV9.
Dalam menjalankan bisnis penyiaran ini, TV9 tidak berdiri
sendirian. PT. Dakwah Inti Media sebagai perusahaan yang kepemilikan sahamnya
PT. Nusantara Utama (PT NUS) sebagai pemilik modal 100% saham PT. Dakwah Inti
Media (TV9) yang kemudian melakukankerja sama dengan perusahaan lokal Jawa
Timur yang memiliki jaringan bisnis Nasional maupun bahkan Internasional, yaitu
PT. Siantar Citra Televisi (SCT. Siantar Top Group) dengan proporsisi 70:30%
untuk PT. NUS dan PT. SCT.
TV9 juga memberikan
layanan baru yang diberi nama Ninestore ini bisa menjadi sumber
pemasukan bagi TV9 mengingat jumlah pemirsa yang menjadi pembeli bagi
produk-produk yang ditayangkan dan kemudian dijual melalui Ninestore, hal ini menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan
dalam setahun terakhir. melalui Ninestore,
slot iklan yang tak terjual dapat dibeli sendiri oleh Ninestore untuk menawarkan produk yang akan dijual, sementara TV9
akan mendapat prosentase dari hasil direct
selling dengan rabat yang lebih tinggi dibandingkan reseller reguler. Melalui Ninestore,
TV9 juga memberi kesempatan kepada UKM atau perusahaan home industri yang tidak
memiliki anggaran promo di TV, karena pembayaran iklan mereka dilakukan kalau
produknya terjual (paid by result),
yakni prosentase (30-50%) dari harga produk yang dijual per unitnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada industri
media TV9 di Surabaya, maka dapat
diperoleh beberapa kesimpulan untuk menjawab tujuan penelitian yaitu sebagai
berikut:
- Komodifikasi dihubungkan dengan
Structure, Conduct, Performance TV9;
Dalam mengembangkan program Kiswah, TV9 menggunakan konsep dasar
para mubllaigh NU yang menjalankan dakwahnya dengan cara menghibur dan nyaman.
TV9 menyebutnya sebagai Konsepsi Entertained Dakwah. Konsep ini
berbeda dengan Dakwah Entertainment, dimana dakwah hanya digunakan sebagai
tema dari konsep hiburan yang sudah disiapkan oleh stasiun televisi.
Hal ini bisa di uraikan dengan tiga pembagian komodifikasi yaitu;
a. Komodifikasi Audiens; Audiens dijadikan komoditi para media untuk
mendapatkan iklan dan pemasukan. Dalam hal ini Seperti program acara KISWAH Gus
Ali, Apa Kata Bunyai bersama Nyai Ucik Nur Hidayati. Untuk kota Surabaya,
pemirsa TV9 bisa mencapai 203.864 jiwa dari total 2.548.304 penduduk. Sedangkan
di Sidoarjo mencapai 142.236 viewers dari 1.777.947 penduduk. Dengan potensi
tersebut, maka TV9 bisa dikatakan sebagai televisi yang memiliki basis pemirsa
yang paling kuat di antara stasiun televisi yang ada.
TV9 juga menggunakan konsepsi entertained dakwah yang digunakan
oleh Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf dalam menjalankan dakwah
menyebarluaskan tradisi bershalawat kepada anak muda dengan qashidah yang
luwes, menghibur, asyik, lebih gaul dan tidak terlalu banyak batasan
sebagaimana dalam majlis shalawat pada umumnya.
Fenomena Habib Syech dengan para penggemarnya yang menamakan diri
sebagai Syechermania adalah bentuk
lain dari dakwah yang dikemas secara menghibur ala ulama’ terdahulu sebagaimana
Sunan Kalijaga dengan Pagelaran Wayang, dan seterusnya. Semua ini dibuat atas
dasar segmen yang sudah ada yaitu warga NU dan Muslimah Fatayat NU, untuk
muslimah fatayat NU mereka rela menunggu 2-3 minggu untuk hadir dan menonton
langsung acara Apa Kata Bu Nyai yang dipandu oleh Ibu Nyai Ucik Nur Hidayati,
dengan format pengajian wanita, dengan jamaah dan presenter untuk membahas dan
mengkaji permasalahan yang sering timbul di lingkungan kehidupan masyarakat.
Cara Nyai Ucik membawakan materi, sangat khas para Ibu nyai pesantren, lengkap
dengan selingan humor dan lantunan shalawat dan nyanyian keagamaan.
b. Komodifikasi Konten.
TV9 menjadikan konsep dakwah berkonsepsi entertained dakwah,
terbukti dengan adanya program Kiswah dengan karakter seorang muballigh yang
lucu, guyonan, keislaman, dan dalam konsep islam Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.
Konsepsi entertained dakwah pula yang digunakan oleh Habib Syech bin Abdul
Qodir Assegaf dalam menjalankan dakwah dan menyebarluaskan tradisi bershalawat
kepada anak muda dengan qashidah, asyik, lebih gaul dan tidak terlalu banyak
batasan seperti majelis shalawat pada umumnya.
Program Kiswah mampu menarik perhatian masyarakat Jawa Timur khususnya
warga NU. Karena program ini tidak tertuju pada satu kalangan melainkan
terdapat beberapa fariasi yaitu; Kiswah Junior, Kiswah Female, Kiswah Malam.
c. Komodifikasi Pekerja.
Pekerja merupakan
penggerak kegiatan produksi. Bukan hanya produksi sebenarnya, tapi juga
distribusi. Pemanfaatan tenaga dan pikiran mereka secara optimal dengan cara
mengkonstruksi pikiran mereka tentang bagaimana menyenangkannya jika bekerja
dalam sebuah institusi media massa, walaupun dengan upah yang tak seharusnya.
Tagline Santun Menyejukkan adalah Jati Diri. Seluruh program
tayangan harus mengacu kepada prinsip ini. Demikian pula dengan perilaku
pimpinan dan karyawan pun tak boleh keluar dari garis ini. Santun adalah
akhlaqul karimah (etika mulia) yang menjadi misi diutusnya Nabi Muhammad SAW ke
dunia ini. Menyejukkan adalah karakter para ulama’ salafus-shalihin dalam
berdakwah dan menyebarkan kebenaran dengan kesabaran dan kesejukan.
- Ukuran badan usaha media dapat
bersifat horizontal maupun vertikal. Horizontal artinya bahwa bentuk badan
usaha media tersebut adalah bentuk-bentuk konglomerasi, monopoli. Proses
spasialisasi yang bersifat vertikal adalah proses integrasi antara induk
perusahaan dan anak perusahaannya yang dilakukan dalam satu garis bisnis
untuk memperoleh sinergi, terutama untuk memperoleh kontrol dalam produksi
media.
Ada dua kategori
spasialisasi yang dilakukan oleh TV9 yaitu;
a. Spasialisasi Horizontal yaitu; TV9 menggabungkan antara dengan
perusahaan lain yaitu PT. Nusantara Utama (PT NUS) dan PT. Siantar Citra
Televisi (SCT. Siantar Top Group) yang kemudian menjadi PT. Dakwah Inti Media
(TV9). Dalam rangka menunjang penyiaran dan kenyamanan khalayak ramai, TV9
menggunakan tehnologi yang berbasi IT dengan penggunaan internet dan satelit,
di antranya yaitu menggunakan acount jejaring sosial seperti facebook, twitter,
youtube dan menggunakan Website. Sekarang TV9 sudah menggunakan streeming, Uc TV
yang bekerja sama dengan Telkom, Big TV (TV Cable) semua ini dalam rangka
memudahkan pemirsanya untuk mengakses program acara TV9.
b. Spasialisasi Vertikal; spasialisasi horizontal juga dilakukan demi
menjaga survive TV9 dalam berdakwah.
Hal ini tercermin pada kerjasama yang dilakukan oleh TV9 dengan majalah AULA
NU. Majalah ini bergerak dalam kegiatan feminim. TV9 juga memberikan layanan
baru yang diberi nama Ninestore ini bisa menjadi sumber
pemasukan bagi TV9 mengingat jumlah pemirsa yang menjadi pembeli bagi
produk-produk yang ditayangkan dan kemudian dijual melalui Ninestore.
Melalui Ninestore, TV9
juga memberi kesempatan kepada UKM atau perusahaan home industri yang tidak
memiliki anggaran promo di TV, karena pembayaran iklan mereka dilakukan kalau
produknya terjual (paid by result),
yakni prosentase (30-50%) dari harga produk yang dijual per unitnya.
Dalam rangka mempermudah khlayak ramai TV9 kedepannya akan melakukan
yang namanya convergency media dengan membentuk NU Media Networking, sehingga
program tayang TV9 bisa di akses dimana pun dan kapan pun.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku
Badjuri, Adi. 2010. Jurnalistik Televisi. Yogyakarta : Graha
Ilmu
Effendi, Onong. 2002. Ilmu
Komunikasi : Teori dan Praktek. Bandung : Remaja Rosdarika.
Morissan. 2008. Menejemen Media Penyiaran, Strategi Mengelola Radio dan Televisi. Jakarta
: Kencana Prenada Media Group.
Sudibyo, Agus, 2004. Ekonomi Politik Media Penyiaran. Yogyakarta.
LKIS
F. M. Scherer and David Ross, Industrial Market Structure and Economic
Performance, third edition, Boston:Houghton Mifflin Company, 1980
Golding, Peter dan Murdock, Graham
(Ed). The Political Economy Of The Media,
Volume 1. Cheltenhamuk: Edward Elgar Publishing Limited, 1997.
INTERNET
http://bincangmedia.wordpress.com/2011/10/13/analisis-industri-pers-pendekatan-s-c-p/ Posted on 13 October 2011
http://yayan-s-fisip.web.unair.ac.id/Artikel_detail-70806-Ekpol%20Media-Relasi%20Ideologi,%20Media%20Massa%20dan%20Ekonomi%20Politik%20media.html posted on 11 Januari 2013-dalam
ekpol media oleh yayan-s-fisip.